Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Deskripsi Pemerintahan dari Masa BJ Habibie hingga Sekarang - Coggle…
Deskripsi Pemerintahan dari Masa BJ Habibie hingga Sekarang
Deskripsi Pemerintahan dari Masa BJ Habibie hingga Sekarang
Masa BJ Habibie (1998-1999)
Setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, BJ Habibie menjadi presiden ketiga Indonesia.
Masa pemerintahannya ditandai dengan transisi menuju demokrasi, yang meliputi reformasi politik, ekonomi, dan desentralisasi.
Referendum di Timor Timur yang menghasilkan kemerdekaan wilayah tersebut dari Indonesia pada 1999 menjadi salah satu tonggak penting masa pemerintahannya.
Masa Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Dikenal sebagai Gus Dur, ia berupaya mengurangi peran militer dalam politik dan mempromosikan pluralisme
Masa pemerintahannya penuh dengan konflik politik dan sosial, termasuk ketegangan dengan parlemen yang berujung pada pemakzulannya.
Masa Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Megawati melanjutkan reformasi yang dimulai oleh pendahulunya.
Penanganan konflik separatis di Aceh dengan pendekatan militer serta upaya penyelesaian konflik di Ambon dan Poso menjadi fokus utama pemerintahannya.
Masa Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
SBY berhasil mencapai perjanjian damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005, mengakhiri konflik panjang di Aceh.
Konflik di Papua tetap menjadi tantangan serius.
Masa pemerintahannya juga ditandai oleh upaya memberantas korupsi dan reformasi birokrasi.
Masa Joko Widodo (2014-sekarang)
Presiden Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur dan reformasi ekonomi.
Konflik di Papua tetap menjadi perhatian, dengan pendekatan pembangunan sebagai strategi utama.
Munculnya konflik-konflik baru terkait intoleransi dan radikalisme menjadi tantangan pada era ini.
Analisis Penyebab Munculnya Konflik Baru
Penyebab Munculnya Konflik Baru:
Ketimpangan Sosial dan Ekonomi:
Ketimpangan distribusi sumber daya dan ekonomi antar wilayah menciptakan rasa ketidakadilan yang memicu konflik.
Pembangunan yang tidak merata di beberapa daerah membuat masyarakat merasa termarjinalisasi.
Kegagalan Penyelesaian Konflik Lama:
Banyak konflik lama yang tidak diselesaikan secara tuntas, sehingga meninggalkan luka sosial yang bisa meletup kembali.
Kurangnya dialog dan pendekatan damai dalam menyelesaikan masalah separatisme dan etnisitas di beberapa daerah.
Radikalisasi dan Intoleransi:
Munculnya kelompok-kelompok radikal yang memanfaatkan ketidakpuasan sosial untuk menyebarkan paham intoleran.
Konflik horizontal yang dipicu oleh perbedaan keyakinan dan suku semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Pengaruh Global dan Media Sosial:
Globalisasi dan perkembangan media sosial telah mempercepat penyebaran informasi (dan disinformasi) yang dapat memicu konflik.
Dinamika politik global juga dapat memengaruhi situasi domestik, termasuk munculnya sentimen anti-globalisasi atau ideologi ekstrem.
Sumber yang Digunakan
https://archive.org/details/a-history-of-modern-indonesia-since-c.-1200-3rd-ed
https://www.eastwestcenter.org/publications/helsinki-agreement-more-promising-basis-peace-aceh
https://ari.nus.edu.sg/publications/history-in-uniform-military-ideology-and-the-construction-of-indonesias-past/
https://www.hrw.org/reports/indonesia0609webwcover_1.pdf
https://www.crisisgroup.org/asia/south-east-asia/indonesia/indonesia-deepening-impasse-papua
https://www.bbc.com/indonesia/articles/ck7p0jg92gko