Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
PM HUB 59 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA JASA TERKAIT DENGAN…
PM HUB 59 TAHUN 2021
TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta pelindungan lingkungan maritim.
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan Kapal.
Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
Usaha Jasa Terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang Pelayaran.
Usaha Bongkar Muat Barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke Kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.
Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (freight forwardinq) adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui angkutan darat, kereta api, laut, dan/atau udara.
Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut atau Peralatan Jasa Terkait dengan Angkutan Laut adalah kegiatan usaha untuk menyediakan dan menyewakan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut dan/atau alat apung untuk pelayanan Kapal.
Usaha Tally Mandiri adalah kegiatan usaha jasa menghitung, mengukur, menimbang, dan membuat catatan mengenai muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan/atau pengangkut.
Usaha Depo Peti Kemas adalah kegiatan usaha yang meliputi penyimpanan, penumpukan, pembersihan, dan perbaikan peti kemas.
Usaha Pengelolaan Kapal (ship management) adalah kegiatan jasa pengelolaan Kapal di bidang teknis Kapal meliputi perawatan, persiapan docking, penyediaan suku cadang, perbekalan, pengawakan, asuransi, dan sertifikasi kelaiklautan Kapal.
Usaha Perantara Jual Beli dan/atau Sewa Kapal (ship broker) adalah kegiatan usaha perantara jual beli Kapal (sale and purchase) dan/atau sewa menyewa Kapal (chartering).
Usaha Keagenan Awak Kapal (ship manning agency) adalah usaha jasa keagenan Awak Kapal yang meliputi rekrutmen dan penempatan di Kapal sesuai kualifikasi.
Usaha Keagenan Kapal adalah kegiatan usaha jasa untuk mengurus kepentingan Kapal perusahaan angkutan laut asing dan/atau Kapal perusahaan angkutan laut nasional selama berada di Indonesia.
Usaha Perawatan dan Perbaikan Kapal (ship repairing and maintenance) adalah usaha jasa perawatan dan perbaikan Kapal yang dilaksanakan di Kapal dalam kondisi mengapung.
Usaha Angkutan Perairan Pelabuhan adalah kegiatan usaha untuk memindahkan penumpang dan/ atau barang dari dermaga ke Kapal atau sebaliknya, dan dari Kapal ke Kapal di perairan pelabuhan.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat Kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh Kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan Pelayaran dan kegiatan penunjang Pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra- dan/atau antarmoda transportasi.
Terminal adalah Fasilitas Pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat Kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
Terminal Khusus adalah Terminal yang terletak di luar daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan Pelabuhan yang merupakan bagian dari Pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan Usaha Pokoknya.
Daerah Lingkungan Kerja yang selanjutnya disebut DLKr adalah wilayah perairan dan daratan pada Pelabuhan atau Terminal Khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan Pelabuhan.
Daerah Lingkungan Kepentingan yang selanjutnya disebut DLKp adalah perairan di sekeliling DLKr perairan Pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan Pelayaran.
Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruangPelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di DLKr dan DLKp Pelabuhan.
Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan, kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan Khusus Batam dan unit penyelenggara pelabuhan.
Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah di Pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan Kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
Konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara Pelabuhan kepada badan usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Kepelabuhanan tertentu dalam jangka Waktu tertentu dan kompensasi tertentu.
Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan Terminal dan Fasilitas Pelabuhan lainnya.
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan Kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan Kapal, pencegahan pencemaran perairan dari Kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum Kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari Kapal, dan manajemen keamanan Kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Keselamatan Kapal adalah keadaan Kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik Kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Kapal Asing adalah Kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar Kapal Indonesia.
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal oleh pemilik atau operator Kapal untuk melakukan tugas di atas Kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
Persatuan Pelaut adalah organisasi khusus pelaut yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pelaut sesuai dengan ketentuan nasional dan/atau organisasi internasional, yang berafiliasi dengan federasi/konfederasi pelaut internasional dan mendapatkan otorisasi oleh Direktur Jenderal.
Perjanjian Kerja Bersama (Collective Bargaining Agreement / CBA) yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian kerja kolektif yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan angkutan laut dan/atau pemilik dan/atau operator kapal dengan persatuan pelaut yang diketahui oleh Direktur Jenderal.
Perjanjian Kerja Laut (Seaferers Employment Agreement) yang selanjutnya disingkat PKL adalah perjanjian kerja perseorangan yang dibuat oleh perusahaan angkutan laut atau badan Usaha Keagenan Awak Kapal dengan pelaut yang akan dipekerjakan sebagai awak kapal.
Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian dan/atau keterampilan sebagai awak kapal.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kerangka Kapal adalah setiap Kapal yang tenggelam atau kandas atau terdampar dan telah ditinggalkan.
Syahbandar adalah pejabat pemerintah di Pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang selanjutnya disebut Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Badan Usaha adalah Badan Usaha milik negara, Badan Usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk Pelayaran.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pelayaran.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur tentang penyelenggaraan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan berupa:
a. bongkar muat barang;
b. jasa pengurusan transportasi;
c. angkutan perairan Pelabuhan;
d. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut;
e. tally mandiri;
f. depo peti kemas;
g. pengelolaan Kapal:
h. perantara jual beli dan/atau sewa Kapal;
l. keagenan Kapal;
J. perawatan dan perbaikan Kapal; dan
k. keagenan Awak Kapal.
BAB III
PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG
BAB IV
PENYELENGGARAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI
BAB V
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PERAIRAN PELABUHAN
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENYEWAAN PERALATAN ANGKUTAN LAUT ATAU PERALATAN JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN LAUT
BAB VII
PENYELENGGARAAN TALLY MANDIRI
BAB VIII
PENYELENGGARAAN DEPO PETI KEMAS
BAB IX
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN KAPAL
Bagian Kesatu
Kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal
Pasal 54
(1) Kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g, merupakan kegiatan pengelolaan Kapal di bidang teknis Kapal meliputi:
a. perawatan;
b. persiapan pengedokan;
c. penyediaan suku cadang;
d. perbekalan;
e. pengawakan;
f. asuransi; dan
g. sertifikasi Kelaiklautan Kapal.
(2) Kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan khusus untuk Usaha Pengelolaan Kapal.
(3) Selain Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional.
(4) Kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, izin usahanya melekat pada izin usaha pokoknya.
Pasal 55
(1) Untuk memenuhi persyaratan Kelaiklautan Kapal, perusahaan pengelolaan Kapal wajib memastikan Kapal yang dikelola memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk memastikan Kapal yang dikelola memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan pengelolaan Kapal harus menetapkan standar dan prosedur operasional sistem perawatan Kapal terencana.
(3) Penetapan standar dan prosedur operasional system perawatan Kapal terencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat data:
a. identifikasi seluruh konstruksi lambung, permesinan, peralatan dan perlengkapan Kapal;
b. jadwal pelaksanaan pemeliharaan dan pengujian terhadap konstruksi lambung, permesinan, peralatan dan perlengkapan Kapal sesuai persyaratan menejemen Keselamatan Kapal;
c. pelaksanaan pemeliharaan, pemeriksaan, dan pengujian rutin;
d. pengelolaan yang berhubungan dengan pihak ketiga terkait pemeliharaan Kapal; dan
e. laporan hasil evaluasi pemeliharaan Kapal secara berkala, dan disampaikan kepada pemilik Kapal.
Pasal 56
(1) Penyelenggaraan kegiatan persiapan pengedokan Kapal dilakukan untuk memastikan jadwal pengedokan Kapal yang dikelola dilaksanakan sesuai dengan waktu dan tempat yang ditetapkan.
(2) Kegiatan persiapan pengedokan Kapal paling sedikit meliputi:
a. pembuatan jadwal pelaksanaan pengedokan;
b. pembuatan daftar perbaikan Kapal sesuai pekerjaan perbaikan yang akan dilakukan termasuk daftar perbaikan pekerjaan dan catatan pada laporan pemeriksaan dari aspek statutory dan klasifikasi pada saat pengedokan sebelumnya;
c. pemeriksaan rencana pemeliharaan dan perbaikan Kapal;
d. koordinasi dengan pihak galangan Kapal dan/atau kontraktor untuk menetapkan pembagian jenis pekerjaan dan daftar perbaikan Kapal;
e. pemeriksaan gambar rencana pengedokan Kapal;
f. penyiapan rencana kebutuhan operasional Kapal sebelum pelaksanaan pengedokan Kapal selesai paling sedikit meliputi:
rencana pengisian bahan bakar minyak dan air tawar;
mengumpulkan semua dokumen dari pihak galangan termasuk laporan pengedokan untuk kepentingan pengurusan sertifikasi; dan
rencana pembayaran pada pihak galangan Kapal dan/atau kontraktor.
g. inventarisasi laporan pengedokan paling sedikit meliputi laporan:
hasil pengukuran clearance as kemudi dan propeller,
pengukuran jangkar dan rantai jangkar;
aktivitas kerja pengedokan;
penggantian spare part mesin dan listrik;
penggunaan bahan konstruksi;
pengukuran clearance permesinan;
hasil megger test;
inventaris Kapal;
hasil evaluasi penyelesaian pekerjaan; dan
pemeriksaan aspek statutory dan klasifikasi, serta sertifikasi Kapal.
Pasal 57
(1) Penyelenggaraan kegiatan penyediaan suku cadang Kapal dilakukan untuk memastikan ketersediaan suku cadang yang diperlukan untuk Kapal yang dikelola sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan.
(2) Kegiatan penyediaan suku cadang Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit:
a. inventarisasi suku cadang yang dibutuhkan;
b. pembuatan daftar suku cadang yang diperlukan secara berkala; dan
c. koordinasi dengan pabrik pembuat/distributor dan penyedia suku cadang.
Pasal 58
(1) Penyelenggaraan kegiatan penyediaan perbekalan di Kapal dilakukan untuk memastikan kebutuhan operasional perbekalan Kapal yang dikelola terpenuhi.
(2) Kegiatan penyediaan perbekalan di Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit:
a. bahan bakar minyak;
b. minyak pelumas;
c. air tawar;
d. bahan makanan dan obat-obatan;
e. peralatan kebersihan;
f. barang habis pakai; dan
g. perbekalan Awak Kapal.
(3) Kegiatan penyediaan perbekalan di Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Kegiatan pengelolaan pengawakan dilakukan untuk memastikan kepada pemilik Kapal bahwa setiap Awak Kapal yang bekerja di Kapal yang dikelola, mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan pengelolaan pengawakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit mencakup:
a. penerimaan Awak Kapal;
b. pemeriksaan kesehatan Awak Kapal;
c. administrasi Awak Kapal;
d. penempatan Awak Kapal;
e. penilaian Awak Kapal; dan,
f. pemberhentian Awak Kapal.
Pasal 60
(1) Pemenuhan asuransi pada kegiatan pengelolaan Kapal dilakukan untuk memastikan Kapal yang dikelola memiliki asuransi sesuai dengan masa berlakunya.
(2) Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. asuransi yang bersifat wajib; dan
b. asuransi yang bersifat pilihan.
(3) Asuransi yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. asuransi terhadap keselarnatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya;
b. asuransi pengangkatan Kerangka Kapal (wreck removal);
c. asuransi ganti rugi pencemaran dari Kapal; dan
d. asuransi Awak Kapal.
(4) Asuransi yang bersifat pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. asuransi lambung Kapal; dan/atau
b. asuransi permesinan.
(5) Perusahaan pengelolaan Kapa! dapat mewakili pemilik Kapal dalamn pengurusan pembukaan, negosiasi besaran premi asuransi, dan penutupan serta klaim asuransi, dengan tetap mencantumkan narna pemilik Kapal, dan/atau lembaga keuangan yang berkaitan dengan kepemilikan Kapal tersebut.
Pasal 61
(1) Penyelenggaraan kegiatan pengelolaan sertifikasi kelaiklautan Kapal dilakukan untuk rnernastikan Kapal yang dikelola mernenuhi persyaratan Kelaiklautan Kapal sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Pemenuhan persyaratan Kelaiklautan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keselamatan Kapal;
b. pencegahan pencemaran dari Kapal;
c. pengawakan Kapal;
d. garis muat Kapal dan pemuatan;
e. kesejahteraan Awak Kapal dan penumpang;
f. status hukum Kapal;
g. manajernen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari Kapal; dan
h. manajemen keamanan Kapal.
(3) Selain kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan pengelolaan Kapal dapat mewakili pemilik Kapal dalam memelihara Kapal dan memastikan dokumen dan/atau sertifikat Kapal tetap berlaku.
Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 62
(1) Perusahaan Pengelolaan Kapal harus melaporkan kegiatan Pengelolaan Kapal kepada Penyelenggara Pelabuhan setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(2) Pelaporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui aplikasi dalam jaringan yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, melakukan evaluasi terhadap jumlah perusahaan Pengelolaan Kapal dan pengguna jasa berdasarkan laporan realisasi kegiatan dan dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan Direktur Jenderal.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada lembaga online single submission untuk tidak menerbitkan Perizinan Berusaha baru atau menghentikan sementara penerbitan Perizinan Berusaha pengelolaan Kapal.
Pasal 63
Pelaporan kegiatan Usaha Pengelolaan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab
Pasal 65
Perusahaan Pengelolaan Kapal bertanggung jawab atas setiap pelayanan yang diberikan sesuai dengan perjanjian/kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak antara penyedia jasa dan pengguna jasa pengelolaan Kapal.
BAB X
PENYELENGGARAAN PERANTARA JUAL BELI DAN/ATAU SEWA KAPAL
BAB XI
PENYELENGGARAAN KEAGENAN KAPAL
Bagian Kesatu
Kegiatan Keagenan Kapal
Pasal 72
(1) Kegiatan Usaha Keagenan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i, merupakan kegiatan mengurus kepentingan;
a. operasional Kapal; dan
b. komersial Kapal.
(2) Kepentingan operasional Kapal dan kepentingan komersial Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap Kapal perusahaan angkutan laut asing dan/atau Kapal perusahaan angkutan laut nasional selama berada di Indonesia.
(3) Kegiatan Usaha Keagenan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan oleh perusahaan nasional keagenan Kapal atau perusahaan angkutan laut nasional.
(4) Kegiatan Usaha Keagenan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, atau perusahaan nasional keagenan Kapal yang melakukan kemitraan dengan perusahaan angkutan laut nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pasal 73
(1) Kepentingan operasional Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pelaporan secara tertulis rencana dan realisasi kedatangan dan keberangkatan Kapal yang diageninya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal;
b. penyerahan dokumen Kapal kepada Syahbandar utama, Otoritas Pelabuhan utama, Kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan khusus Batam, kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, atau Unit Penyelenggara Pelabuhan setempat serta instansi Pemerintah terkait lainnya;
c. pengurusan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh Kapal tersebut;
d. penunjukan perusahaan bongkar muat untuk kepentingan pemilik atau operator Kapal;
e. pengurusan dokumen Kapal yang habis masa berlakunya atas beban pemilik atau operator Kapal;
f. pengurusan uang tambang atas perintah pemilik Kapal;
g. pembukuan dan pengurusan muatan atas nama dan perintah pemilik Kapal;
h. penandatanganan konosemen untuk dan atas nama pemilik atau operator Kapal;
l. pengurusan penyelesaian tagihan atas nama pemilik atau operator Kapal;
J. pengurusan pengisian bahan bakar minyak dan air tawar, serta pemenuhan kebutuhan perlengkapan dan perbekalan;
k. pemberian informasi yang diperlukan oleh pemilik atau operator Kapal; dan/atau
l. pelaksanaan kegiatan operasional Kapal lainnya yang disepakati antara pemilik Kapal atau operator Kapal dengan pelaksana kegiatan keagenan Kapal.
(2) Kepentingan komersial Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b, meliputi pencanaan muatan dan pemesanan ruang muat di atas Kapal atas perintah dan atas nama pemilik Kapal yang diageni.
Pasal 74
(1) Keagenan Kapal merupakan pelayanan jasa yang dilakukan untuk mewakili perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing dalam rangka mengurus kepentingan Kapal perusahaan angkutan laut nasional dan/atau Kapal perusahaan angkutan laut asing selama berada di Indonesia.
(2) Penunjukan keagenan Kapal dapat sebagai:
a. agen umum (general agent), untuk mengurus kepentingan Kapal bendera asing;
b. sub agen, untuk mengurus kepentingan Kapal bendera Indonesia atau Kapal bendera asing berdasarkan penunjukan dari agen umum; dan/atau
c. agen untuk mengurus kepentingan Kapal bendera Indonesia.
Pasal 75
(1) Perusahaan nasional keagenan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) merupakan badan usaha yang didirikan khusus untuk kegiatan keagenan Kapal.
(2) Pelaksana kegiatan keagenan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) bertanggung jawab terhadap penyelesaian semua tagihan dan permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian atau kontrak keagenan yang telah disepakati, yang berkaitan dengan kegiatan Kapal yang diageni selama berada di Indonesia.
Pasal 76
Perusahaan nasional keagenan Kapal atau perusahaan angkutan laut nasional yang melakukan kegiatan keagenan Kapal nasional dan/atau Kapal Asing harus memiliki surat penunjukan keagenan Kapal.
Pasal 77
Kegiatan keagenan Kapal meliputi:
a. keagenan umum Kapal angkutan laut asing; dan
b. keagenan Kapal angkutan laut dalam negeri.
Pasal 78
(1) Kegiatan keagenan umum Kapal angkutan laut asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a dilaksanakan oleh agen umum.
(2) Agen umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perusahaan nasional keagenan Kapal; atau
b. perusahaan angkutan laut nasional.
(3) Pelaksana kegiatan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan laut dan kegiatan angkutan laut khusus ke Pelabuhan Indonesia atau Terminal Khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri wajib menunjuk agen umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 79
(1) Dalam keadaan darurat Nakhoda Kapal Asing dapat menunjuk agen umum di suatu Pelabuhan atau Terminal Khusus terdekat.
(2) Keadaan darurat sebagimana dimaksud pada ayat (1), antara lain pertimbangan:
a. keselamatan;
b. keamanan; atau
c. azas kemanusiaan.
(3) Dalam hal di Pelabuhan atau Terminal Khusus tidak terdapat agen umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Nakhoda Kapal dapat langsung menghubungi instansi yang berwenang untuk menyelesaikan segala urusan dan kepentingan Kapalnya selama berada di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
(4) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat surat penunjukan kepada agen umum yang terdapat di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
(5) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disertai dengan pemberian uang muka untuk pembayaran biaya Kapal selama berada di Pelabuhan.
Pasal 80
(1) Kegiatan keagenan Kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya dapat diageni oleh perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional keagenan Kapal.
(2) Dalam hal tidak terdapat perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional keagenan Kapal di suatu Pelabuhan, perusahaan angkutan laut nasional dapat menunjuk perusahaan pelayaran rakyat sebagai sub agen.
(3) Dalam hal suatu Pelabuhan atau Terminal Khusus tidak terdapat perusahaan pelayaran rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Nakhoda Kapal dapat menghubungi instansi yang berwenang untuk menyelesaikan segala urusan dan kepentingan Kapalnya selama berada di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
Pasal 81
(1) Perusahaan nasional keagenan Kapal yang didirikan khusus untuk kegiatan keagenan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) harus memiliki Perizinan Berusaha keagenan Kapal yang diberikan oleh Menteri.
(2) Perizinan Berusaha keagenan Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan di bidang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
(3) Kegiatan keagenan Kapal yang dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, izin usahanya melekat pada izin usaha pokoknya sesuai dengan ketentuan di bidang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 82
(1) Perusahaan nasional keagenan Kapal atau perusahaan angkutan laut nasional harus melaporkan kegiatan Usaha Keagenan Kapal kepada Penyelenggara Pelabuhan setempat.
(2) Pelaporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui aplikasi dalam jaringan yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 83
Pelaporan kegiatan Usaha Keagenan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Pasal 84
(1) Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, melakukan evaluasi terhadap jumlah perusahaan keagenan Kapal dengan pengguna jasa berdasarkan laporan realisasi kegiatan dan dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan Direktur Jenderal.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada lembaga online single submission untuk tidak menerbitkan Perizinan Berusaha baru atau menghentikan sementara penerbitan Perizinan Berusaha perusahaan keagenan Kapal.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab
Pasal 85
Perusahaan nasional keagenan Kapal atau perusahaan angkutan laut nasional bertanggung jawab:
a. terhadap kegiatan keagenan Kapal berbendera Indonesia dan/atau Kapal Asing yang diageninya sesuai dengan surat penunjukan dari perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan angkutan laut asing.
b. menyampaikan informasi secara rinci kepada pengguna jasa mengenai jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak pada pelayanan keagenan Kapal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB XII
PENYELENGGARAAN PERAWATAN DAN PERBAIKAN KAPAL
BAB XIII
PENYELENGGARAAN KEAGENAN AWAK KAPAL
BAB XIV
KANTOR CABANG USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB XV
KERJA SAMA DALAM BENTUK USAHA PATUNGAN
Pasal 126
(1) Penyelenggaraan Kegiatan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan dapat dilakukan melalui usaha patungan (joint venture).
(2) Usaha patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk badan usaha yang didirikan khusus untuk setiap usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan.
(3) Usaha patungan (joint venture) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
BAB XVI
PEMUTAKHIRAN DATA USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
Pasal 127
(1) Dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban Perizinan Berusaha jasa terkait dengan angkutan di perairan selama melaksanakan kegiatan usahanya harus dilakukan pemutakhiran data.
(2) Pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali untuk Usaha Keagenan Awak Kapal (ship manning agency), disampaikan secara berkala setiap 2 (dua) tahun kepada Menteri, Gubernur, dan/ atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemutakhiran data untuk Usaha Keagenan Awak Kapal (ship manning agency) disampaikan secara berkala setiap tahun kepada Menteri.
(4) Pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
BAB XVII
PERUBAHAN DATA PERIZINAN BERUSAHA UJT
Pasal 128
(1) Untuk melaksanakan tertib administrasi badan usaha yang memiliki Perizinan Berusaha Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan harus melaporkan setiap perubahan data perusahaannya kepada pejabat pemberi izin dengan tembusan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota.
(2) Perubahan data perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. penanggungjawab;
b. domisili perusahaan;
c. domisili penanggungjawab; dan/atau
d. pemegang saham.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan melalui aplikasi dalam jaringan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB XVIII
PENUTUPAN PERIZINAN BERUSAHA UJT
Pasal 129
(1) Untuk melaksanakan tertib administrasi badan Usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan harus melaporkan penutupan Perizinan Berusahanya kepada pemberi Perizinan Berusaha.
(2) Penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikarenakan:
a. tidak adanya kegiatan di wilayah setempat;
b. dinyatakan pailit yang dibuktikan dengan dokumen dari pejabat yang berwenang; atau
c. penutupan atas keinginan badan usaha tersebut.
(3) Pelaporan sebagairnana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan melalui aplikasi dalam jaringan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB XIX
TARIF USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB XX
KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB XXI
SANKSI USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB XXII
SISTEM INFORMASI USAHA JASA TERKAIT DENGAN ANGKUTAN DI PERAIRAN
BAB XXIII
PENGAWASAN
BAB XXIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XXV
KETENTUAN PENUTUP