Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Perlawanan Sultan Hasanudin di Makasar - Coggle Diagram
Perlawanan Sultan Hasanudin di Makasar
Latar Belakang
Pihak Belanda atau VOC melakukan praktek monopoli perdagangan dan ingin mengusai wilayah Makassar karena ramai akan perdagangan dan pusat rempah-rempah yang menyebabkan pertentangan dan perlawanan
Dampak Perlawanan
Semua pemimpin dan rakyat VOC Eropa yang dulu kabur dan masih berada di wilayah Makassar segera diserahkan kepada Laksamana.
Semua peralatan baik senjata dan non senjata yang diambil dari kapal Leeuwin di Don Duango dan kapal Walvisch di Selayar dikembalikan kepada VOC.
Siapa saja yang membunuh orang Belanda akan diadili dan dihukum oleh perwakilan Belanda.
Siapa saja termasuk raja dan bangsawan Makassar segera melunasi hutang dan membayar ganti rugi jika terbukti merusak milik VOC.
Semua orang Eropa lain di Makassar harus segera diusir dan tidak diizinkan masuk atau melakukan transaksi jual beli di Makassar.
VOC harus bebas dari biaya dan pajak ekspor impor perdagangan.
Hanya kompeni yang boleh berdagang dengan bebas di Makassar. Orang India, Moor (muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, Siam tidak diizinkan memasarkan kain dan barang – barang dari Tiongkok. Pelanggar akan dihukum dan barang dagangannya disita kompeni.
Akhir dari Perlawanan
Perlawanan rakyat Makassar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka yang merupakan Raja Kerajaan Bone. Pada akhir peperangan, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang isinya sangat merugikan pihak Makassar.
Nilai - Nilai Yang Bisa Didapatkan
Gigih
Pantang menyerah
Mau berusaha sampai titik penghabisan
Tidan tunduk pada lawan
Berjiwa besar
Mau menerima kekalahan dan segala konsekuensi
Adil
Berani
Tidak mudah dibodohi
Mau bekerjasama dengan baik
Proses Perlawanan
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1669) Makassar mencapai puncak kejayaa. Pada saat itu Makassar menjadi pesaing berat VOC dalam pelayaran dan perdagangan di kawasan Indonesia Timur. Pada tahun 1654 VOC menyerang Makassar. Selanjutnya, pada tahun 1666 VOC mengerahkan armada yang besar untuk menaklukkan Makassar, VOC mendapat bantuan dari Pangeran Bugis bernama Aru Palaka. Tujuan Aru Palaka membantu VOC adalah ingin membebaskan kerajaan Bone yang dikuasai Makassar.
Setelah melakukan perlawanan sengit pada tahun 1667 Makassar dapat dikalahkan oleh kekuatan gabungan VOC dan Bone. Sultan Hasanuddin pun dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya. Meskipun demikian, pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan lagi terhadap VOC. Untuk memadamkan perlawanan tersebut VOC melakukan serangan besar besaran terhadap Makassar dari bulan April 1668 hingga Juni 1669. Kali ini Sultan Hasanuddin dan kaum bangsawan Makassar mengalami kekalahan.
Setelah kekalahan tersebut, Perjanjian Bongaya benar benar dilaksanakan Makassar. Pelaksanaan perjanjian tersebut menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan politik Sulawesi Selatan. Bone dan negara negara Bugis lainnya terbebas dari belenggu kekuasaan Makassar. Benteng Makassar pun diserahkan kepada VOC yang kemudian diubah namanya menjadi Rotterdam. Hak kekuasaan Makassar atas daerah daerah di skitarnya seperti Minahas, Butung, dan Sumbawa terlepas. Makassar harus mengakui monopoli perdagangan VOC dan para pedagang Eropa selain VOC diusir. Peristiwa tersebut akhirnya menyebabkan kekuasaan Makassar runtuh. Selanjutnya, Bone muncul menggantikan Makassar sebagai negara paling kuat di Sulawesi Selatan.