Please enable JavaScript.

Coggle requires JavaScript to display documents.

Pranata Pembangunan: Ruang Terbuka Hijau - Coggle Diagram

- - - - Bila menggunakan standar ini maka Jakarta seharusnya memiliki 14,1 % ruang terbuka hijau dengan luas 9.338,85 ha
    - - Rencana Induk Djakarta (1965-1985)
        
        37.2%
      - RUTR Jakarta 1985-2005
        
        25.85%
      - RTRW DKI Jakarta 2010
        
        13.94
      - RTDR dan PZ
        
        11.5 %
  - - - Dirancanakan 20% RTH sebagai Ruang Terbuka Hijau Publik dan 10% sebagai Ruang Terbuka Hijau Privat
    - - 151, 33 ha
      - 2013 (12 lokasi)
      - 2014 (8 lokasi)
      - 2015 (11 lokasi)
      - 2016 (2 lokasi)
      - 2017 (11 lokasi)
      - 2018 (7 lokasi)
    - - Focus Discussion Group melibatkan masyarakat untuk membahas desain taman yang diinginkan warga setempat. Bertujuan agar taman sesuai dengan kebutuhan dan keinginan warga, serta komunitas menjadi lebih bertanggung jawab menjaga taman ini.
    - - Senayan
      - Tomang
      - Pantai Indah Kapuk
      - Kelapa Gading
      - Sunter
- - - - Permasalahan alih fungsi lahan untuk mendukung pertumbuhan penduduk dengan membangun sarana dan prasarana penunjang kebutuhan masyarakat
      - Selama 19 tahun (1983-2002) terjadi perubahan lahan sebesar 6.559,8 ha untuk kepentingan pemukiman dan pusat kegiatan kota
    - - Pembebasan lahan yang memerlukan biaya yang banyak, karena lahan yang dimiliki pemerintah terbatas.
    - - Kebijakan pembangunan akan berjalan dengan baik apabila pemangku kepentingan mau mendukung pembangunan berdasar dengan lingkungan.
- - - - Tingkat kepadatan kota mengah untuk memastikan ketersediaan perumbuhan biomassanya tetap menjadi canopy.
      - Mendukung peran Kalimantan sebagai Paru-paru dunia
    - - Menakomodasi interaksi manusia dengan alam di hutan dalam dan sekitar kota
      - Dominasi lansekap berupa vegetasi hijau antar bangunan untuk rekreasi dan kehidupan
    - - Memaksimalkan peran pohon dan hutan dalam penyerapan karbon.
      - Menggunakan sumber energi terbarukan
    - - Menyediakan penamungan air hujan (waduk, embung, dan tampungan air lainnya)
      - Disertai dengan pemeliharaan daerah tangkapan air untuk menjaga keberlanjutan sumber air pada tampungan
    - - Pembuatan greenbelt yang mengelilingi kota untuk membatasi pemekaran kota, terutama yang berpotensi pada biodiversity hotspot dan mempertahankan daya dukungnya terhadap masyarakat
      - Pembanunan permukiman yang mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi, perlindungan pada daerah peri-feri, dan daerah hijau. Akses kepada fasilitas dan layanan kota
    - - Masyarakat sebagai citizen forester, baik dalam penamanan pohon maupun pengelolaan dan monitoring pohon di perkotaan
      - Edukasi masyarakat mengenai pentingnya hutan maupun pohon secara khusus bagi kehidupan dan agar masyarakat membuat pilihan yang lebih ramah lingkungan
  - - - Penyedia sumber daya air
      - Penyerap karbon
      - Penghasil oksigen
      - Pengatur iklim
      - Penyedia jasa wisata dan sumber daya ekonomi seperti kayu dan komoditas lain
  - - - Mewujudkan kwasan konsecasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tropis basah.
      - Minimal 45% dari luas pulau Kalimantan sebagai Paru-Paru Dunia (Perpres no. 3 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Kalimantan)
      - Kawasan Hutan
        
        Tipe ekosistem
        
        Ekosistem padang lamun
        
        Mangrove
        
        Rawa
        
        Hutan pantai
        
        Kerangas
        
        Hutan tropis dataran rendah
        
        108.364,48 ha
        
        Kawasan Hutan
        
        Kawasan hutan konservasi Tahura Bukit Soeharto
        
        Hutan Produksi
        
        Hutan Lindung
        
        Keanekaragaman hayati
        
        527 jenis tumbuhan
        
        180 jenis burung
        
        Lebih dari 100 mamalia
        
        25 jenis herpetofauna
        
        Spesies dengan status konservasi tinggi, dilingungi, endmik dan penting
    - - Degradasi hutan di wilayah IKN
        
        Menurunya tutupah hutan karena peralihan lahan dari kawasan hutan menjadi pertambangan, permukiman, dan perkebunan
      - Ancaman terhadap Habitat Satwa
        
        Adanya potensi degradasi habitat satwa serta konflik satwa dengan manusia
      - Potensi emisi karbon dari pembukaan lahan berhutan
        
        Total emisi akibat pembangunan IKN 56.000 ha mencapai 2,4 juta ton CO2
      - Keterbatasan supply air baku
        
        Daya dukung air sebenarnya sudah terlampaui, namun akses air bersih ke penduduk masih sulit
        
        Daerah non Cekungan Air Tanah, kemampuan resapan air yang rendah sehingga tidak bisa mengandalkan air tanah
      - Potensi Banjir
        
        Daerah rawan banjir - kecamatan sepaku, samboja, dan muara jawa
  - - - Didominasi oleh bentang lansekap berstruktur hutan atau RTH yang memiliki fungsi jasa ekosistem seperti hutan dan pendekatan lansekap yang mengintegrasikan kehidupan manusia dengan alam
      - Dirancang sesuai dengan kondisi alam yang ada. Mendukung pembangunan berkelanjutan. Memaksimalkan penyerapan karbon dan konservasi keanekaragaman hayati, serta pengelolaan lingkungan meningkatkan kualitas hidup
    - - Berbasis pengelolaan DAS
      - Memiliki jaringan ruang hijau yang terstruktur
      - Memanfaatkan sekitar 50% wilayah untuk dikembangkan
      - Kosumsi air yang efisien
      - Beban pemenuhan konsumsi penduduk rendah
      - Memiliki kualitas udara yang baik dan suhu udara rata-rata sejuk
      - Memiliki kualitas air permukaan yang baik
      - Melindungi habitat satwa
      - Memiliki kualitas tutupan lahan yang baik dan terevitalisasinya lansekap "Hutan Hujan Tropis"
- - - - Kriteria
        
        Pembangunan sedikit sekali menebang pohon (50% areal dipertahankan sebagai hutan)
      - Standar
        
        Luas kwasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional (UU No. 41/1999)
        
        Penataan ruang RTRW kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota (UU No.26/2007)
    - - Kriteria
        
        Setiap bangunan memiliki RTH sebagai kawasan resapan air
        
        Ada konektivitas antar RTH dalam satu lansekap (lingkungan alam dan buatan)
        
        Ada keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman linkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih
- - - - 75% dari 256k Ha area untuk ruang hijau (65% area dilindungi dan 10% produksi makanan)
        
        Alasan: Target ruang hijau (hutan, ekologi dan satwa, taman atap, pertanian, subsisten, ekowisata dan kebun botani sebesar 75% dan 50% di KPIKN, KIKN tahun 2045 dengan rehabilitasi dan reboisasi
      - 100% penduduk dapat mengakses ruang hijau rekreasi dalam 10 menit
      - 100% penggantian ruang hijau untuk setiap bangunan bertingkat institusional, komersial, dan hunian (bangunan >4 lantai)
  - - - Ruang terbuka hijau dan biru yang tersebar luas, terdistribusi merata, dan tersambung dalam satu-kesatuan tata hidrologis untuk menahan dan menyimpan air serta meningkatkan kualitas ekosistem perkotaan dan keanekaragaman hayati sehingga menciptakan ruang budaya dan rekreasi yang nyaman
      - Desain fasilitas perkotaan, seperti atap hijau (green rooftop) skala mikro pada bangunan-bangunan dan gedung-gedung untuk menahan air hujan sebelum diserap oleh tanah atau sebelum menjadi limpasan ke saluran drainase dan sungai
      - Desain fasilitas perkotaan pada skala makro, seperti penerapan jalan dan trotoar berpori, biosenkedan, dan sistem bioretensi untuk menahan/menyerap air hujan dengan cepat sehingga memfasilitasi kelancaran dan keselamatan pergerakan kendaraan dan orang
    - - Memaksimalkan peresapan air hujan
        
        Mampu meresapkan air hujan ke dalam tanah secara maksimal. Dapat dilakukan dengan pembangunan ruang terbuka hijau yang tersebar luas dan terdistribusi merata serta dapat berfungsi sebagai rain garden
        
        Contoh: penerapan jalan dan trotoar berpori yang memungkinkan air hujan terserap dengan cepat. Perkerasan dilakukan seminimal mungkin, termasuk penerapan teknologi bioretensi dan biosengkedan.