Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Langkah-langkah penulisan kritik sastra - Coggle Diagram
Langkah-langkah penulisan kritik sastra
Imanuella Kristika Putri M (191224016)
Sembilan langkah mangkus dengan satu jurus pamungkas
Baca tuntas karya sastra yang hendak dikritik : apakah itu novel, antologi puisi, atau kumpulan cerpen (bisa juga hanya satu puisi atau satu cerpen yang nanti akan diteliti).
Jangan pernah mengandalkan pemahaman atas karya sastra berdasarkan konon kabarnya konon kabarnya sebelum kita menyimak sendiri karya itu secara langsung, tanpa perantara
Jadi, langkah pertama, tidak bisa tidak, kita mesti membaca tuntas kritik yang hendak dijadikan bahan kritik
Jika dalam proses pembacaan itu, kita tidak dapat masuk menyatu dalam dunia yang digambarkan teks sastra yang bersangkutan, itu berarti terjadi hingar
(noise)
.
Terjadi rumpang, miskomunikasi, tulalit antara pembaca dan teks.
Langkah yang baik jika menghadapi situasi tersebut adalah menggantinya dengan karya sastra lain, teks lain.
Terjadinya hingar dalam proses pembacaan, bukanlah hal yang luar biasa. Peristiwa itu merupakan hal yang lazim.
Dalam proses pembacaan tadi, tandailah dan catat bagian- bagian apa pun dari segenap unsur instrinsik yang kita anggap penting dan mengganggu pikiran.
Jadi, jangan abaikan segala ungkapan, kalimat, atau peristiwa yang menarik perhatian yang terdapat dalam teks.
Jadi, dalam tahap ini, kita dituntut menjadi pembaca kritis (critical reader).
Dalam kaitannya dengan langkah menuju praktik kritik sastra, kita sebaiknya menemapatkan diri mula-mula sebagai pembaca kritis, sebab tujuan kita hendak menulis kritik sastra.
Oleh karena itu, selain menandai bagian-bagian yang penting,melainkan juga menuliskan hasil bacaan itu.
Untuk menulis kritik sastra, idealnya kita memahami secara lengkap karya yang bersangkutan.
Lengkap, artinya tidak hanya mengetahui kelebihan dan kekurangan karya yang hendak dikritik, melainkan juga memahami, di mana dan dalam hal apa kelebihan karya tersebut.
Kelebihan itulah yang perlu diungkapkan lebih luas dan mendalam. Dibandingkan mengungkapkan kekurangannya.
Oleh karena itu, penulis kritik sastra yang baik, seyogyanya membaca karya tersebut sedikitnya dua kali.
Memasuki tahap ini, persiapan menulis kritik boleh dikatakan sudah sampai waktunya.
Menandai dan mencatat hal-hal yang penting; membuat daftar pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan karya teks sastra yang bersangkutan; dan membaca ulang serta menambahkan beberapa hal yang mungkin luput.
Berdasarkan segala persiapan tadi, kita sudah dapat memulai menulis (praktik) kritik sastra.
Jadi, objek kajiannya bisa sebuah novel, antologi cerpen, atau kumpulan puisi , boleh juga naskah drama.
Satu hal yang sering diabaikan dalam tulisan kritik sastra adalah tidak coba menempatkan konteks karya yang bersangkutan.
Jika kita hendak menulis kritik sastra ilmiah, maka setelah kita melewati tahapan-tahapan sebelumnya, tugas berikutnya tinggal mencari teori-teori, pendekatan, atau gagasan dari disiplin ilmu lain yang kita anggap cocok-sesuai untuk menjawab pertanyaan yang sebelumnya sudah kita siapkan.
Pada bagian ini, tidak terhindarkan, kita mesti mengutip bagian-bagian teks yang diteliti dan coba menjelaskannya berdasarkan teori, pendekatan, atau disiplin ilmu lain.
Jika pilihan jatuh pada kritik sastra umum atau kritik apresiatif, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat semacam resume, sinopsis, atau ikhtisar karya sastra (novel, antologi cerpen, kumpulan puisi)
Oleh karena itu, hindari pengungkapan tema (novel, cerpen, puisi) yang berkepanjangan.
Setelah langkah tersebut sudah dilakukan, selanjutnya tahap analisis yang bahannya berdasarkan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sebelumnya telah kita siapkan.
Idealnya, praktik kritik sastra berisi empat hal berikut, yaitu deskripsi, analisis, interpretasi, dan evaluasi.
Tahap deskripsi, kita memperkenalkan karya itu sebagaimana adanya.
Pada tahap analisis, disertai juga penafsiran.
Evaluasi,bergantung pada semangat kritikus yang bersangkutan dalam memperlakukan teks.
Guna memperkuat analisis dan penafsiran kita, tidak dapat lain, kutipan teks yang digunakan sebagai alat bukti.
Argumentasi kita disertai kutipan-kutipan, baik dari teks karya sastra, maupun dari sumber-sumber teori sastra, pendekatan yang digunakan, dan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu untuk mengungkapkan makna teks.