Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
nyeri perut bawah yang berulang - Coggle Diagram
nyeri perut bawah yang berulang
R. T: sebelumnya sakit dan telah di operasi pasien tidak melanjutkan obat setelah pulang dari rumah sakit
Suhu : 38,7 , TD 110/70
membeli obat sendiri tanpa resep dokter
demam sejak 2 hari
Onset: 2 bulan
nyeri tekan supra pubik (+)
KU: nyeri perut bawah berulang , saat buang air kecil
seorang laki-laki , usia 19 tahun
sistitis complikata + resistensi antibiotik
Mekanisme resistensi
Patofisiologi sistitits
Faktor yang memperngaruhi resistensi antibiotik pada bakteri ( yang resistensi di kasus )
sefotaksim
bakteri mempunyai kemampuan menghasilkan enzim β-laktamase yang kemudian memecah cincin β-laktam sehingga antibiotik menjadi tidak aktif. Terdapat lebih dari 60 enzim β-laktam yang tebagi menjadi 3 kelas besar yaitu penisilinase, sefalosporinase dan karbapenemase. Gen pengkode β-laktamase terdapat di plasmid, yang memungkinkan untuk transmisi resistensi baik di dalam dan di antara spesies bakteri
seftriakson
Ceftriaxone kurang aktif terhadap bakteri Gram-positif, karena dinding sel bakteri Gram-positif memiliki tekanan lebih besar menahan masuknya antibiotik ceftriaxone sedangkan pada kemampuan ceftriaxone terhadap Gram-negatif dapat mengakibatkan kerusakan bentuk atau lisis pada dinding sel bakteri
Kloramfenikol
Antibiotik berikatan dengan subunit 50S dari ribosom dan akan mempengaruhi pengikatan asam amino yang baru pada rantai peptida karena kloramfenikol menghambat peptidil transferase. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan pertumbuhan mikroorganisme akan berlangsung lagi apabila antibiotik ini menurun. Resistensi bakteri terhadap kloramfenikol disebabkan bakteri menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase yang dapat merusak aktivitas obat. Pembentukan enzim ini berada di bawah kontrol plasmid.
kortimoksazol
penulisan resep yang rasional
uji kepekaan sensitifitas antimikroba
Tes uji kepekaan antibiotik digunakan untuk menentukan antibiotik mana yang akan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit infeksi. Hasil pemeriksaan akan membantu untuk menentukan jenis antibiotik yang kemungkinan paling efektif dalam mengobati penyakit infeksi seseorang.
Uji kepekaan antibiotik juga dilakukan ketika suatu infeksi tidak merespon terhadap pengobatan, dengan tujuan untuk melihat apakah bakteri patogen telah memiliki resistensi terhadap obat antibiotik yang diberikan dan lebih lanjut menentukan antibiotik mana yang tepat dan akan efektif dalam mengobati penyakit infeksi bakteri tersebut.
Hasil pemeriksaan
Intermediate (I)
Kemungkinan antibiotik yang diuji efektif pada dosis yang lebih tinggi, atau frekuensi dosis yang lebih sering, atau hanya efektif pada tempat spesifik tertentu di dalam tubuh dimana antibiotik dapat berpenetrasi untuk menyediakan konsentrasi yang adekuat.
Resistance (R)
Antibiotik tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan bukan merupakan pilihan yang tepat untuk pengobatan.
Tes molekular untuk deteksi resistensi antibiotik
Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya perubahan (mutasi) pada materi genetik bakteri yang menyebabkan bakteri tetap tumbuh (resisten) walaupun diberikan antibiotik.
Susceptible/Sensitive (S)
Kemungkinan antibiotik yang diuji dapat menghambat bakteri patogen, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan.
edukasi dan pencegahan resistensi antimikroba
Edukasi
Antibiotik merupakan obat golongan antimikroba yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Prevalensi penyakit infeksi yang tinggi, meningkatkan penggunaan antibiotik di masyarakat. Tingginya angka penggunaan antibiotik tanpa resep dokter membuat penggunaannya menjadi irasional dan berdampak pada timbulnya resistensi obat. Salah satu faktor penyebab timbulnya resistensi obat ialah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan obat, khususnya antibiotik. Pengetahuan berperan penting dalam membentuk kepercayaan, sikap dan perilaku tertentu
Pencegahan
Hanya menggunakan antibiotik ketika direkomendasikan oleh ahli medis profesional
Tidak perlu meminta antibiotik ketika tidak dianjurkan
Selalu patuhi anjuran ahli medis dalam menggunakan antibiotik
Jangan pernah berbagi atau mengonsumsi antibiotik sisa
Cegah infeksi dengan rutin mencuci tangan, menjaga jarak dengan orang sakit, dan mendapat vaksin terbaru.
Menyiapkan makanan dengan higienis dan memilih makanan yang tumbuh/diproduksi tanpa penggunaan antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien untuk minum antibiotik
karakteristik obat
mempengaruhi kepatuhan pada pengobatan yaitu seperti regimen obat , lama terapi obat , jenis obat,harga obat , efek samping obat , kejadian yang tidak diinginkan dari obat
Karakteristik Penyakit
penyakit kronis , stadium lanjut akan menurunkan kepatuahan pengobatan sedangakn rasa nyeri yang lama akan meningkatkan kepatuhan
Karakteristik Fasilitas dan Petugas Kesehatan.
kemudahan dalam engakses fasilitas pelayanan kesehatan,ketanggapan petugas, sikap empati, dan kemampau petugas kesehatan untuk menghormati kekhawatiran pasien akan meningkatkan kepatuhan pengobatan.
psiko-sosial
mempengaruhi kepatuhan pengobatan didasari pada kondisi kejiwaan/depresi, kepribadian rendah,sikap pesimis,wawasan yang sempit dan malas akan patuh pada pengobatan
faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan seperti optimis, memiliki harapan, semangat, memiliki wawasan yang luas
Modal Sosial
memperngaruhi kepatuhan terhadap pengobatan antara lain yaitu dukungan sosial,penyediaan edukasi , program konseling
Karakteristik pasien
memperngaruhi kepatuhan antara lain, keyakinan kesehatan , kedisiplinan dan kesadaran juga keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan tentang pengobatanyang akan meningkatkan kepatuhan pengobatan
Komunikasi
Komunikasi yang lebih baik dapat menimbulkan kepatuhan yang lebih baik,kesamaan bahasa antara pasien dan dokter berpengaruh kepada kepatuhan pengobatan
Sosial ekonomi
rendahnya pendapatan dan adanya kendala pada ekonomi sebagai penyebab ketidak patuhan pada pengobatan
Sosio Demografi
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam penggunaan obat atau terapi seperti usia, jenis kelamin, suku atau ras dan budaya