Faktor resiko resistensi obat antibiotik
1. Penggunaannya yang irrasional
Terapi antibiotik yang kurang tepat merupakan salah satu pemicu resistensi antibiotik. Antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan tubuh namun diminum karena peresepan yang tidak tepat justru dapat menyebabkan kekebalan kuman terhadap bakteri. Hal ini tentunya merugikan karena diperlukan antibiotik baru yang dapat menggantikan antibiotik yang telah resisten, padahal perkembangan resistensi antibiotik lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik dan antibiotik baru tersebut biasanya jauh lebih mahal.
2. Pengetahuan pasien
Pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat meskipun tanpa resep dokter.
3. Penggunaan terapi tunggal
Penggunaan terapi tunggal lebih memungkinkan terjadinya kekebalan kuman terhadap antibiotik. Kombinasi terapi dari dokter dimaksudkan untuk membasmi kuman lebih baik.
4. Penelitian
Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika baru. Kejadian resistensi antibiotik berlangsung lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik baru.
5. Pengawasan
Lemahnya pengawasan dari pemerintah mengenai distribusi dan penggunaan antibiotik. Misalnya mudahnya masyarakat untuk mendapatkan antibiotik walau tanpa resep dokter. Selain itu, komitmen pihak terkait mengenai meningkatkan mutu obat dan pengendalian infeksi.
6. Kemajuan transportasi dan globalisasi
Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas.