Patofisiologi abortus dijelaskan dalam berbagai konsep teori antara lain adanya abnormalitas kromosom, disregulasi sistem imun selama kehamilan, defek fase luteal, peningkatan kadar kortisol, dan gangguan oksidasi plasenta.
Abnormalitas Kromosom
Abnormalitas kromosom janin akan menyebabkan peningkatan reaksi sistem imun ibu yang ditandai dengan peningkatan TNF dan IL-1-0 yang akan menyebabkan gangguan perkembangan plasenta baik morfologi dan fungsi, termasuk ukuran, bentuk dan vaskularisasi. Abnormalitas kromosom juga dikaitkan dengan invasi trofoblas abnormal di desidua sehingga terjadilah apoptosis janin.
Disregulasi Imunologi selama Kehamilan
Respon imun terjadi karena hasil konsepsi mengandung sel paternal. Selanjutnya, kehamilan dapat dipertahankan karena rangsangan hormon progesteron yang bekerja dengan mempertahankan proses desidualisasi dan mengontrol kontraksi uterus.
Defek Fase Luteal
Defek luteal berperan dalam menyebabkan terjadinya 35% abortus. Sebelum plasenta mengambil alih produksi progesteron, progesteron diproduksi oleh korpus luteum. Adanya defek fase luteal menyebabkan abortus karena berkurangnya hormon progesteron yang berperan penting dalam mempertahankan kehamilan.
Peningkatan Kadar Kortisol
Kortisol juga akan meningkatkan produksi estrogen dan akan menurunkan produksi progesteron. Kadar estrogen yang tinggi akan menyebabkan pelepasan prostaglandin plasenta yang akan meningkatkan respon otot rahim terhadap oksitosin dan merangsang kontraksi rahim sehingga terjadi abortus.
Gangguan Oksidasi di Plasenta
bahwa pada abortus terdapat gangguan beta oksidasi asam lemak plasenta. Gangguan oksidasi asam lemak akan menyebabkan hipoglikemia dan kolaps kardiovaskular.