Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
TAFRIS BI AL-RA`YI :book:, :<3:, :<3:, :<3:, :<3: - Coggle…
TAFRIS BI AL-RA`YI
:book:
Pengertian
Ra’yi berasal dari kata ra’aya, yang bermaksud melihat dengan akal pikiran
Qiyas kerana orang-orang yang selalu menggunakan qiyas disebut Shahibul Ra’yi, iaitu orang-orang yang suka menggunakan qiyas (analogi) dalam berdalil, kerana mereka tidak menemukan dalil atau nas hadis
Al Ijtihad karena tafsir bi Ar-Ra’yi sering disebut dengan tafsir bi Al-Ijtihad, atau tafsir Al-Ijtihadi, iaitu pentafsiran dengan menggunakan ijtihad.
Contoh
Contoh Tafsir bi al-Ra’yi al-Mahmud (DITERIMA) :check:
Pentafsiran yang dikemukakan oleh imam al-Mahalli dan imam as-Sayuthi dalam kitab tafsir kolaborasi mereka “Tafsir Jalalain”,
mengenai surat al-Isra’ ayat 85:
Imam al-Mahalli menafsirkan kata “ruh” bahawa sesungguhnya ruh itu adalah jasad atau jisim halus (jism al-lathif), yang dengan masuknya ia ke dalam diri manusia, maka manusia bisa hidup. Kemudian imam as-Suyuthi memberikan penafsiran bahwa perkara ruh itu termasuk ilmu Allah Ta’ala.
Kedua mufassir tersebut memberikan penjelasan yang singkat dengan pendapatnya dan menafsirkan ayat tersebut dengan mempertimbangkan maksud ayat dan syari’at.
Contoh Tafsir bi al-Ra’yi al-Madzmum (TIDAK DITERIMA) :green_cross:
“Hai jema’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Mereka menduga, bahwa ayat diatas mengisyaratkan kemungkinan para scientis mendarat dibulan dan planet-planet lain, sedangkan konteks ayat sebelumnya dan sesudahnya tidak memungkinkan ayat itu diberi pengertian demikian, sebab ayat sebelumnya berbunyi:
“Kepada kamu (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri dari padanya”.
Kedua ayat tersebut sebenarnya berbicara tentang konteks hari kiamat. Oleh karena itu penafsiran seperti diatas sangat jauh dari konteks ayat itu sendiri.
Penafsiran sebagian orang
terhadap QS. 104 : 6-7 :
Penafsiran sebahagian orang
terhadap QS. 55 : 33 :
“Yaitu api yang disediakan Allah yang dinyalakan, yang (naik) sampai ke hati”.
Mereka berpendapat, ayat ini menunjukkan macam-macam sinar yang berhasil ditemukan pada abad XX dan mampu mendeteksi bagian tubuh manusia. Terlihat jelas kalau mereka membawa ayat diatas kepada makna yang tidak memungkinkan, padahal bila dihubungkan dengan ayat sebelumnya, maka yang dimaksud ayat diatas adalah neraka Jahanam pada hari kiamat.
Penafsiran-penafsiran diatas adalah contoh-contoh penafsiran bi al-Ra’yi yang haram, oleh karena penafsiran itu merupakan pemerkosaan terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Dan sangat jauh dari tujuan syar’i.
Pembahagian
Tafsir bi al-Ra’yi al-Mahmud
Iaitu suatu pentafsiran yang berdasar dari al-Qur’an dan sunnah Rasul, pelaku atau mufassirnya adalah seorang pakar dalam bahasa Arab, baik gaya bahasanya, mahupun kaedah-kaedah hukum dan ushulnya
sesuai dengan tujuan syara’, serta jauh dari kejahilan dan kesesatan.
Alasan :
Firman Allah: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad: 24) serta ayat-ayat lain yang mengajak untuk mentadabburkan al-Qur’an.
Do’a Rasulullah terhadap Ibnu Abbas: “Ya Allah fahamkanlah dia mengenai agama dan pandaikanlah dia dalam ta’wil”. Hadis ini menunjukkan keistimewaan yang dimiliki Ibnu Abbas yang mampu menggunakan Ijtihad dalam penafsirannya.
Argumen yang menyatakan bahwa bila tafsir bi al-Ra’yi tidak diperbolehkan maka banyak sekali hal-hal yang nantinya tidak mempunyai hukum, karena tidak dibolehkannya berijtihad padahal Rasulullah SAW menjanjikan bahwa orang yang berijtihad mendapat pahala.
KESIMPULAN : dibolehkan karena mufassir menafsirkan ayat dengan memenuhi segala kualifikasi dan sesuai tujuan syar’i ditambah dengan ijtihadnya sendiri.
Tafsir bi al-Ra’yi al-Madzmum
Iaitu pentafsiran dengan tidak disertai ijtihad, tetapi disertai hawa nafsu. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan pendapat dan keyakinan mereka, sehingga penafsiran itu membawa kepada arah pemikiran yang kosong, ditafsirkan tanpa ilmu hanya menuruti kehendak dengan tidak mengetahui dasar-dasar bahasa dan syari’at.
Hukumnya adalah haram
Bukti :
Firman Allah SWT, didalam surat al-Isra’: 36 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati diminta pertanggung jawabannya”.
Hadis nabi,
“Barang siapa berkata mengenai al-Qur’an tanpa ilmu, silahkan mempersiapkan tempatnya di dalam neraka”.
:<3:
:<3:
:<3:
:<3: