Tanam paksa atau dalam bahasa Belanda disebut «cultuurstelsel» adalah sistem yang diterapkan penjajah Belanda agar dapat mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya dari wilayah jajahannya di Hindia Belanda.
Pada sistem ini 20% dari tanah pertanian dipaksa digunakan utnutk menanam tanaman untuk ekspor, dan dimana petani dipaksa untuk bekerja di perkebunan milik belanda selama 60 hari. Pemberontakan ini mengancam kekuasaan Belanda di Indonesia, yang harus mendatangkan pasukan tambahan dari Eropa dan dari pulau luar Jawa sebelum bisa mengalahkan Pangeran Diponegoro. Besarnya beban keuangan pemerintah Belanda ini dapat diukur dari anggaran Hindia Belanda yang memiliki hutang sebesar 30 juta florin, dan harus membayar bunga sebesar 2 juta florin setiap tahunnya. Sistem tanam paksa membuat para penduduk di Hindia Belanda harus menanam tanaman produksi untuk ekspor seperti kopi, karet, teh dan tembakau. Tanaman ini memiliki nilai jual tinggi, dan diekspor oleh pemerintah Belanda untuk menghasilkan pendapatan besar.
Sistem ini sangat berhasil membuat Belanda meraup keuntungan besar, sehingga Hindia Belanda bisa mengirim keuntungan sebesar 15 juta florin pada tahun 1851 ke pemerintah Belanda di Eropa