Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang - Coggle Diagram
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang
:chestnut:
Kondisi Politik, Ekonomi,
Sosial, dan Budaya Pada Masa
Pendudukan Jepang
:chestnut:
Kondisi Politik
Struktur Pemerintahan
Pembagian pemerintahan militer ke dalam 3 wilayah.
Pembentukan pemerintahan militer Jepang di Sumatera yang disebut
Gunseikanbu
.
Pembagian daerah wilayah pemerintahan militer menjadi beberapa daerah
syu
(keresidenan).
Program Militer
Heiho di Jawa dan Sumatera.
Seinen Dojo di Tangerang.
Pembela Tanah Air (PETA) di wilayah Pulau Jawa.
Giyugun di Sumatera.
Politik Islam Jepang
Diadakannya sebuah konferensi Islam untuk seluruh Jawa, yang digelar secara besar-besaran oleh pihak Jepang selama tiga hari di Jakarta antara tanggal 1 sampai 13 Agustus 1942.
Pada penghujung 1943, suatu aliansi baru kelompok Islam di bawah panji-panji Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi didirikan dengan diketuai oleh K.H. Hasyim Asy’ari.
Kondisi Ekonomi
Ekonomi Perang
Bidang Moneter
Mempertahankan nilai gulden atau rupiah Hindia Belanda agar harga barang-barang dapat dipertahankan seperti sebelum perang dan untuk mengawasi lalu lintas permodalan dan arus kredit.
Bidang Perpajakan
Diadakan pemungutan dari berbagai sumber, temasuk pajak penghasilan, terutama yang mempunyai penghasilan antara f30.000 setahun.
Bidang Perdagangan
Periode Pendudukan Jepang pada umumnya lumpuh akibat menipisnya persediaan. Pengendalian harga diadakan dengan tujuan untuk mengurangi manipulasi.
Uang Kertas Masa
Pendudukan Jepang
Uang rupiah pemerintahan Hindia Belanda. Uang kertas seri ini menggunakan bahasa Belanda,
De Japansche Regeneering
, dengan satuan
Uang kertas Jepang yang mengguanakan bahasa Jepang,
Dai Nippon Teikoku Seihu
, emisi 1943.
Uang kertas Jepang yang menggunakan bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon. Diedarkan tahun 1942-1945.
Kondisi Sosial
Pendidikan
Prinsip pendidikan zaman Jepang
Jenis Pendidikan Zaman Jepang.
:one:Sekolah umum, terdiri dari sekolah rakyat, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah tinggi.
:two:Sekolah guru, terdiri dari sekolah guru 2 tahun, sekolah guru 4 tahun, dan sekolah guru 6 tahun.
Komunikasi
Surat kabar dan majalah terbit tanpa izin istimewa, tetap diawasi oleh badanbadan sensor. Pikiran-pikiran atau pendapat yang tidak sesuai dengan kehendak Jepang, dilarang. Surat kabar yang terbit di bawah pengawasan badan yang diberi nama Jawa Shinbunkai.
Radio umum dipasang hampir di setiap tempat yang ramai sampai di pelosok-pelosok desa dengan maksud agar rakyat dapat mendengarkan siaran propaganda Jepang.
Kondisi Budaya
Sastra
Sifat sastra pada pendudukan Jepang umumnya isi cerita dan sajak-sajak mengandung usaha menimbulkan semangat serta menyebarkan patriotisme atau menganjurkan semangat bekerja.
Lukis
Pada tanggal 29 Agustus 1942 diadakan pameran lukisan yang diikuti oleh pelukis Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono Joedokoesoemo, dan Ny. Emiria Soenassa.
Lagu
Komponis Cornel Simanjutak menciptakan lagu-lagu, antara lain yang terkenal lagu “Tanah Tumpah Darahku” yang menggambarkan rasa cinta tanah air.
Sandiwara
Selama Pendudukan Jepang, sandiwara merupakan satu-satunya tontonan, karena film luar negeri dilarang diputar oleh Jepang. Dengan demikian, sandiwara diberi kesempatan dan mendapat fasilitas serta kebebasan bergerak walaupun masih tetap dalam rangka propaganda.
:chestnut:
Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah Jepang
:chestnut:
Kebijakan Politik Pemerintahan
Pembagian wilayah Indonesia menjadi 3 wilayah pendudukan.
Mengadakan pemisahan Jawa dan Sumatera sebagai daerah
otonomi yang berdiri sendiri.
Propaganda Jepang:
Gerakan 3A
Pendirian gerakan Tiga A disponsori oleh Jawatan Propaganda Sendenbu yang dipimpin oleh Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tatsuo.
Tujuan utama Jepang membentuk Gerakan Tiga A adalah untuk mengumpulkan dukungan bagi tujuan perangnya serta proyek Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya mereka.
Kebijakan Jepang
Terhadap Kelompok Islam
Pada bulan Oktober 1943, pemerintah pendudukan Jepang membubarkan MIAI.
Jepang membentuk sebuah organisasi yang disebut sebagai Masyumi untuk memobilisasi umat Islam.
Maret 1942 pemerintah pendudukan Jepang mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama) di bawah Kolonel Horie Choso.
Kebijakan Militer Jepang
29 April 1943, penguasa Jepang di Jakarta mengumumkan pembentukan sistem perlawanan semesta dari kota sampai ke pelososk-pelosok desa terpencil dengan memasukkan disiplin militer ke dalamnya
Barisan semimiliter diantaranya adalah: Keibodan, Seinendan, Gakkutotai, Barisan Pelopor, Hizbullah, Fujinkai, Jibakutai, dan barisan lainnya. Sedangkan untuk barisan militer diantaranya: Heiho, Peta dan Giyu-gun.
Kebijakan Indonesianisasi
Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda.
Jepang membentuk komite untuk menstandarisasikan bahasa Indonesia
Jepang memopulerkan lagu-lagu yang syairnya membakar semangat anti Sekutu.
Simbol-simbol kekuasaan penjajah Belanda yang dibenci disingkirkan.
Jepang mengganti nama-nama tempat yang memakai nama Belanda ke nama Indonesia.
Jepang mengganti kalender Masehi dengan kalendernya sendiri
Kebijakan Eksploitasi
Jepang: Romusha
Petani wajib menyerahkan sebagian besar hasil panen padi dan jagungnya. Para petani diharuskan menanam tanaman yang sesuai dengan ketetapan pemerintah Jepang
Jepang melikuidasi semua bank asing dan menggantikannya dengan Nanpo Keihatsu Kenso (Bank Pembangunan Wilayah Selatan), yang mengeluarkan mata uang pendudukan yang tidak bernilai.
Romusha adalah sebuah kata Jepang yang berarti “serdadu pekerja”. Adapun pekerjaan yang harus mereka lakukan adalah membuat kubu-kubu pertahanan, terowongan bawah tanah di daerah perbukitan, lapangan terbang, dan bangunan militer di garis depan.