Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
ILMU AL JARHU WA TA'DIL, karya Ath-Thobaqatul Kubra ditulis oleh…
ILMU AL JARHU WA TA'DIL
rumusan definisi dan objek
DEFINISI
mayoritas ulama hadits dan fiqih menyepakati bahwa seorang perawi hadits periwayatannya bisa diterima apabila perawi tersebut memiliki 2 syarat utama
Al-Adalah (العدالة)
indikator yang dapat dijadikan tolak ukur seorang perawi dapat dikatakan adil
Ad-Dhabtu (الضبط)
indikator yang dapat dijadikan tolak ukur seorang perawi dikatakan dhobit
SEJARAH PENERAPAN
SEJARAH PENULISAN
karya-karya spesifik yang mengumpulkan nama-nama perawi hadits dilihat dari aspek jarh wa ta'dil nya baru muncul pada abad ke 2 H
karya Ath-Thobaqatul Kubra ditulis oleh Muhammad bin Sa'ad pada abad ke-2 H / ke-3 H dianggap sebagai karya pertama yang sampai pada generasi kita yang isinya adalah biografi para perawi hadits Nabi termasuk didalamnya ada pemaparan dan ada penilaian terhadap para perawi hadits itu
setelah Muhammad bin Sa'ad muncul nama besar yang juga dikenal dalam sejarah hadits yaitu Yahya bin Ma'in yang hidup pada tahun 158-233 H.
kemudian ada Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
lalu Muhammad bin Isma'il al-Bukhari (194-258 H). yang mana beliau juga memiliki karya besar yakni Shahih al-Bukhari.
kemudian ada Muhammad al-'Uqaily, Ar-Razi, Ibn Habban al-Busti, al-Jurjani (4H), Khotib al-Baghdadi (5H), Abdul Ghani al-Maqdisi (7H), Al-Mizzi (8H), Ahmad bin Ali bin Hajar (Ibn Hajar al-Asqalany)
ilmu yang mencoba mempelajari para perawi hadits dari aspek kedhobitan dan keadilannya yang nanti akan berimbas diterima atau tidak nya sebuah hadits
adil = perawi itu harus muslim, dewasa/baligh, berakal, tidak melakukan perbuatan yang menjadikan dia pribadi yang fasiq dan menjaga muru'ahnya dengan baik.
Dhobit = perawi tersebut dalam sistem periwayatan haditsnya tidak bertentangan dengan orang-orang yang jelas terpercaya, tidak boleh memiliki hafalan yang buruk, tidak terlalu fatal melakukan kekeliruan, bukan pelupa, hadits-haditsnya tidak menimbulkan hal-hal yang justru menciderai
a. harus ada penegasan dari ulama yang memang kompeten dalam bidang tersebut.
b. orang tersebut memang sudah terkenal dalam sejarahnya bahwa dia seorang perawi yang adil
nb : tidak semua ulama menyepakati karena memang ada ulama tertentu yang memberikan syarat atau indikator tertentu
a. diukur dari "apakah periwayatannya sesuai dengan periwayatan para perawi yang jelas jelas tsiqah atau tidak." kalau memang secara umum periwayatannya sesuai dengan perawi yang tsiqah orang ini disebut dhobit.
jika periwayatannya malah menyalahi perawi yang jelas tsiqah maka orang ini dianggap tidak dhobit.
konsekuensinya adalah = hadits yang diriwayatkan oleh perawi tersebut tidak bisa dijadikan pijakan
penerapan al-jarhu wa ta'dil sudah ada sejak awal islam (sejak Rasulullah masih hidup). pada masa sahabar Nabi terutama pasca wafatnya Khalifah Ustman bin Affan, kritik hadits semakin berkembang dan maju. hal tersebt dikarenakan ada kelompok-kelompok yang memalsukan hadits sebab tujuan tertentu.
kita tidak bisa tahu secara pasti kapan keilmuan ini mulai dicatat dan dibukukan dengan baik. sedangkan praktiknya sudah ada pada masa Nabi, sahabat, tabiin dan masa seterusnya
beberapa tokoh diantaranya adalah : Syu'bah bin Hajjaj, Sufyan Ats-tsauri, Malik bin Anas. dan ada generasi setelah mereka yakni Yahya Al-Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, dll. nama-nama tersebut merupakan kritikus hadits Nabi dan Kritikus terhadap perawi-perawi Hadits
ada Layts bin Sa'ad, Abdullah bin Mubarak, Walid bin Muslim, dll. Mereka merupakan ulama yang memulai kodifikasi terhadap nama-nama perawi Hadits.
NABILA SHEMA SHABRIYAH
IAT A
200204110003