TRAUMA ATAU CIDERA PADA ANAK

LUKA BAKAR

GIGITAN HEWAN

TENGGELAM

TIDAK BERBISA

BERBISA

KLASIFIKASI

PATOFISIOLOGI

ETIOLOGI

PENANGANAN AWAL

ANGKA KEJADIAN

PENANGANAN LANJUT

DEFINISI

PRINSIP PENANGANAN

Bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan (meliputi kulit, mukosa hingga jaringan yang lebih dalam lagi.) akibat kontak dengan sumber panas, contohnya air panas, benda padat panas, asap atau api langsung, radiasi sinar ultraviolet/ infra merah, materi radioaktif, listrik atau bahan kimia.

KERACUNAN

Menurut laporan WHO, setiap tahunnya 300.000 orang meninggal di seluruh dunia akibat luka bakar. Angka mortalitas tertinggi terdapat di regio Asia Tenggara dengan 11,6 kematian setiap 100.000 penduduk/tahun.

Berdasarkan laporan data riset kesehatan dasar di Indonesia, prevalensi luka bakar adalah 0,7% dari seluruh kejadian trauma. Angka kejadian luka bakar paling tinggi terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun

Derajat 2 : Terjadi kerusakan dari seluruh lapisan kulit. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis. Epidermis dapat mengalami koagulasi, pengerutan yang dibatasi oleh zona yang berwarna kemerahan, dan blister kulit. Dalam beberapa minggu, jaringan yang nekrosis akan mengelupas dan meninggalkan ulkus yang sembuh secara lambat.

Derajat 3 : Luka bakar dengan kerusakan yang luas tidak hanya pada kulit dan subkutis, tetapi juga pada otot dan tulang. Kerusakan pada ujung-ujung syaraf mengakibatkan kehilangan rasa nyeri. Devitalisasi jaringan pada area luka bakar menyebabkan rentan terhadap infeksi dan penyembuhan berjalan lambat

Derajat 1 : Disebut juga luka bakar superficial. Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis, yang sering disebut sebagai epidermal burn. Disini kapiler mengalami dilatasi dan terjadi transudasi cairan ke dalam jaringan ikat, yang menyebabkan edema dan akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.

Luka Bakar Listrik

Luka Bakar Kimiawi

Termal (Air Panas)

Luka Bakar Api

Reaksi inflamasi lokal dan sistemik, dengan hasil akhir terjadinya perpindahan cairan ke ruang intersitisial. Efek sistemik luka bakar akan jelas terlihat bila luas luka bakar mencapai > 20%. Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan pada luka bakar adalah inflamasi, edema, kehilangan cairan dan elektrolit, infeksi

a. Menjauhkan penderita dari sumber luka bakar

b. Memadamkan pakaian yang terbakar

c. Menghilangkan zat kimia penyebab luka bakar

d. Menyiram dengan air sebanyak -banyaknya bila karena zat kimia.

e. Mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).

Mencegah Infeksi

Obati bila terjadi infeksi sekunder

Resusitasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%). Gunakan larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.

Menangani rasa sakit

Periksa apakah pasien mengalami cedera saluran respiratorik karena menghirup asap (napas mengorok, bulu hidung terbakar)

Periksa Imunisasi Tetanus

Rawat inap semua pasien dengan luka bakar >10% permukaan tubuh; yang meliputi wajah, tangan, kaki, perineum, melewati sendi; luka bakar yang melingkar dan yang tidak bisa berobat jalan.

Pemberian Nutrisi Adekuat

Profilaksiis Tetanus

Menutup Luka

Mencegah Infeksi

Amati Infeksi Luka

Menghentikan Perdarahan

ANGKA KEJADIAN

DAMPAK

DEFINISI

PATOFISIOLOGI

PATOGENESIS

PENANGANAN

KLASIFIKASI

PRINSIP PENANGANAN

Gangguan pernapasan akibat terendam/ dimasukan dalam cairan, yang mungkin mengakibatkan kematian, kesakitan, atau tidak menyebabkan sakit. Cairan yang dimaksud tidak harus air.

Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2016) melaporkan kematian tenggelam termasuk 10 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa. Data menunjukan kejadian tenggelam setiap tahunnya merenggut 372.000 jiwa. Diperkirakan pada tahun 2030 kematian akibat tenggelam akan meningkat mencapai 5.208.000. Kedepannya kematian tenggelam tetap akan menjadi 10 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa

Di Indonesia mencapai 633 kejadian dengan jumlah korban tenggelam keseluruhan sekitar 5097 orang korban dan yang meninggal sekitar 278 orang atau sekitar 5,4% yang meninggal (Basarnas, 2015).

Berdasarkan temperatur air

Tenggelam di air hangat, jika temperatur air > 200C

Tenggelam di air dingin, jika temperatur air 5-200C

Tenggelam di air sangat dingin, jika temperatur <50C

Berdasarkan tempat air terjadinya tenggelam

Tempat air alamiah (sungai , danau, laut dll)

Tempat air buatan manusia (bak mandi , sumur dll)

 Kekurangan udara dan biasanya panik
 Refleks upaya inspirasi menyebabkan aspirasi air dan laringospasme terjadi asfiksia dan hipoksemia/asidosis.

Saat korban meronta untuk menyelamatkan diri atau bahkan panik. Kemudian dorongan untuk bernafas (“air hunger”) akan menyebabkan terjadinya inspirasi spontan – terengah-engah, mengakibatkan terjadinya aspirasi cairan yang dapat menghalangi jalan nafas korban sehingga dapat menghambat korban untuk bernafas, kemudian akan diikuti oleh kejang dan kematian oleh karena hipoksemia. Proses ini dikenal juga dengan wet drowning. Pada beberapa kejadian korban tidak meminum air, melainkan terjadi spasme laring yang juga dapat mengakibatkan terjadi hipoksemia dan kematian yang dikenal dengan istilah dry drowning

FAKTOR RESIKO

Balita dan kelompok usia remaja

Anak anak yang berada dalam kolam/ bendungan / saluran air dll

Air dengan arus deras/ pusaran/ bergelombang

Air yang lebih dingin

Pemakaian Alkohol dan obat obatan (pada pria)

Terkait cedera kepala dan leher

Kelelahan

SSP : Takikardi, Hipertensi, Takipnea, Diaforesis, Agitasi, Kekakuan Otot, Kejang

Kardiovaskular : Hipovolemia, Hipotensi, Disfungsi Miokardia, Hipertensi Pulmonal, Aritmia Primer

Paru : Gangguan surfaktan alveolar, etelektasis, penurunan compliance paru, hipoksia, hipertensi pulmonal, edema paru, Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), Pneuonitis

Infeksi : Sinus, Paru-paru, SSP, Infeksi tempat lain jarang, Infeksi Bakteri, amuba dan jamur.

Bantuan hidup dasar penanganan airway, breathing, circulation (ABC) merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran

Penilaian pernapasan

Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi.

Bagi Penolong yang tidak bisa berenang : Meminta bantuan, melemparkan benda yang mengapung, mengulurkan galah/tali

Bagi Penolong yang bisa berenang : Meminta bantuan, mendekati dan menarik korban, menggunakan alat keselamatan.

Memastikan penolong mengetahui, memahami, dan dapat melaksanakan prinsip 3 aman : (Aman diri sendiri, Aman Lingkungan, Aman Korban)

Setelah korban dipindahkan ke tempat yang aman, segera mencari pertolongan dan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat serta melaporkan ke pihak berwajib (polisi)

PATOFISIOLOGI

PENANGANAN

DEFINISI

TANDA GEJALA

KLASIFIKASI

PRINSIP TATALAKSANA

Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium, menyentuh, atau menyuntikkan berbagai macam obat, bahan kimia, racun, atau gas.

Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan kedalam tubuh baik dari saluran cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang menimbulkan tanda dan gejala klinis. Keracunan makanan adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi.

Keracunan Rumah Tangga merupakan masuknya suatu racun ke dalam tubuh disebabkan oleh menelan, mencium, menyentuh, atau menyuntikkan berbagai macam obat, bahan kimia, racun, atau gas yang mengganggu fungsi organ dan dapat menimbulkan kematian. Keracunan bisa disebabkan oleh bahan kimia yang ada di rumah tangga

Makanan : Jamur, Kentang hijau, Hidangan hasil laut, Keracunan ketela pohon, Keracunan Jengkol image

Bahan Berbahaya Rumah Tangga : Keracunan spiritus/metanol, asam cuka, air keras, bensin, minyak tanah, kamper, kaporit, karbol, terpetin, obat-obatan, hidrokarbon, Botulisme image

Lokasi Patogen : Patogen di usus halus akan mengganggu sekresi dan absorpsi sehingga diare yang timbul biasanya dalam jumlah banyak dan sangat berair. Diare dalam jumlah banyak ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit atau asam basa

Patogen Invasif dan Non Invasif : Patogen yang bersifat invasif akan menyebabkan diare inflamatori. Proses invasi ini melalui kerusakan sel epitel saluran pencernaan, baik yang dirusak secara langsung, maupun kerusakan oleh sitotoksin. Manifestasi yang timbul biasanya adalah diare berdarah. Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan sel darah putih. patogen yang tidak menginvasi, epitel saluran pencernaan akan mengalami iritasi dan timbul diare yang berair tanpa adanya sel darah putih pada pemeriksaan feses.

Toksin dan Nontoksin : Toksin yang dihasilkan di makanan atau sebelum tertelan umumnya menimbulkan gejala yang lebih cepat, yaitu sekitar 2–12 jam. Toksin ini dapat menyerang sistem gastrointestinal atau sistem saraf pusat. Toxin yang diproduksi di dalam tubuh atau terbentuk setelah tertelan memiliki masa inkubasi yang lebih lama yaitu 24 jam atau lebih. Manifestasi yang dihasilkan dapat berupa diare, baik berdarah maupun tidak.

Gejala kllinis yang timbul akibat keracunan dapat bervariasi mulai dari yang sangat ringan sampai reaksi yang sangat berat sehingga menyebabkan kematian. Gejala keracunan biasanya timbul secara mendadak dengan gejala-gejala pusing, mual, muntah, kesadaran menurun dan kejang (cramp) perut/usus, kadang-kadang disertai dengan kejang otot serta tanda-tanda lain yang khas tergantung jenis racunnya

Keracunan Besi image

Keracunan Racun image

Keracunan Obat image

Keracunan Jamur image

Keracunan Botulisme image

Keracunan Kepiting, Udang, Ikan Laut image

• Mengusahakan memuntahkan isi perut anak dengan cara mencolok tenggorokannya dengan jari yang bersih atau memberi minuman air hangat. Jika perlu terus diberi minum sampai muntah.

• Anak yang menderita segera diberi obat penawar racun berupa norit.

• Jika pingsan dan tak bernapas segera diberi pernapasan buatan.

• Jika terjadi diare diberi cairan oralit

• Jika semua tindakan telah dilakukan dan tidak ada perubahan, segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.

Memuntahkan benda atau makanan yang tertelan, membilas lambung, memberikan antioksidan dan antibiotik. Pengobata yang terbaik dilakukan di rumah sakit.

• Dalam setiap proses pengolahan makanan, hindari jamur tersebut dengan cara tidak memakai makanan kadaluwarsa atau sudah basi.

• Hindari kerusakan bahan makanan dengan menyimpannnya di tempat yang aman, seperti di dalam lemari es.

• Hindari makanan yang telah rusak

• Simpan bahan beracun dengan benar, termasuk produk rumah tangga dan setiap bahan kimia, di tempat yang tidak terjangkau oleh anak, misalnya, garasi atau gudang, di alam lemari terkunci atau rak tinggi. Kunculah lemari obat. Jika mungkin, belilah bahan korosif, misalnya pembersih saluran air dalam kemasan sekali pakai.

• Lakukan pemeriksaan dari posisi setinggi masa anak di setiap ruangan rumah atau pusat pengasuhan anak, untuk melihat bahaya yang bisa ditemukan.

• Hindari gangguan ketika menggunakan bahan beracun.

• Jangan menyimpan produk rumah tangga bersama makanan.

• Belilah produk yang tutup wadahnya aman untuk anak. Meskipun jauh lebih aman daripada wadah biasa, tetapi mereka bukan sama sekali aman bagi anak. Anak memerhatikan dan meniru perilaku orang dewasa, dan beberapa anak menguasai keterampilan membuka tutup wadah. Selain itu, penutup ini juga tidak berfungsi jika tidak dipasang dengan benar.

• Berhati-hatilah dalam penyimpanan kosmetik dan produk perawatan rambut serta tubuh yang kemasannya tidak aman bagi anak.

• Simpan produk dalam kemasan dan label aslinya

Lakukan pengambilan darah pada pasien yang dirawat di rumah sakit untuk penentukan kadar besi serum dan kapasitas pengikaan besi.

Lambung pertama kali harus dibilas dengan larutan natrium bikarbonat 1% dengan memakai tabung gaster berlubang besar. Dilanjutkan dengan larutan 2-3% sejumlah 200-500cc dan disisakan 50-100 cc di dalam lambung. Hindari bilas dengan fosfat karena dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit.

Sirup ipekak harus diberikan unuk menginduksikan muntah, meskipun muntah sudah terjadi sebelum perawatan, ini untuk mengosongkan lambung lebih lanjut.

Suatu film pemandu dari abdomen perlu dibuat, karena tablet yang mengandung besi adalah opak dan seing dapat dilihat pada rontgen organ.

Oleh karena itu uji desferoksamin challenge harus dilakukan pada semua pasien yang kemingkinan besar mengingesti besi, meskipun tanpa adanya tanda-tanda klinis toksisitas.

Desferoksamin harus diberikan secara IV atau IM untuk kadar di atas 500 mikrogram/dl dan untuk kadar diatas 350 mikrogram/dl jika terdapat tanda-tanda klinis toksisitas.

Semua urin harus dikumpulkan dan tiap perubahan warna sesudah pemberian obat harus dicatat

Terai simtomatis harus dilaksanakan sesuai indikasi.

• Pertahankan jalan napas dan ventilasi

• Absorpsi dan keluarkan obat

• Perawatan umum pada pasien tak sadar-perawtan, fisioterapi, mempertahankan keseimbangan cairan untuk fungsi ginjal, dan mengatasi syok

• Pemeriksaan psikiatrik

• Pusat terapi racun.

Carilah informasi tentang bahan penyebab keracunan, jumlah racun yang terpajan dan waktu pajanan ke dalam tubuh secara lengkap. Periksalah tanda terbakar di dalam atau sekitar mulut, atau apakah ada stridor (kerusakan laring) yang menunjukkan racun bersifat korosif.

PATOGENESIS

PENANGANAN

TANDA GEJALA

PENCEGAHAN

KLASIFIKASI

DEFINISI

terdapat empat binatang yang paling sering menyebabkan luka gigitan pada manusia yaitu anjing, kucing, tikus dan ular. Sebagian besar kasus (60-90%) luka gigitan disebabkan oleh anjing, diikuti kucing sebesar 5-15% dan sisanya oleh binatang yang lain. Komplikasi terberat luka gigitan binatang ini adalah terinfeksi virus rabies pada luka akibat gigitan anjing dan kucing, serta kematian pada gigitan ular.

Rabies

Serangga

Kucing

Rabies : Tahap Prodromal, Sensoris, Eksitasi, Paralisis

Kucing : Gigitan tusukannya kecil dan dalam, luka yang sulit dibersihkan, meningkatkan infeksi

Serangga : (Gejala Ringan) Bengkak, Gatal, Ruam kemerahan, panas seperti terbakar, kesemutan, nyeri pada area digigit. (Gejala Berat) Demam, Mual muntah, Pingsan, Jantung berdebar, Bengkak di wajah, Sulit menelan dan bicara, Sesak napas

Serangga : Terdapat berbagai mekanisme timbulnya alergi setelah terjadi sengatan lebah. Pada reaksi yang ringan biasanya terjadi hipersensitifitas tipe lambat (delayed hypersensitivity), sedangkan reaksi yang berat terjadi akibat hipersensitifitas tipe cepat (immediate hypersensitivity reaction).

Rabies : Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan/cakaran, virus akan menetap selama 2 minggu di sekitar luka gigitan dan melakukan replikasi di jaringan otot sekitar luka gigitan. Kemudian virus akan berjalan menuju susunan saraf pusat melalui saraf perifer tanpa ada gejala klinis. Setelah mencapai otak, virus akan melakukan replikasi secara cepat dan menyebar luas ke seluruh sel-sel saraf otak/neuron terutama sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuronneuron otak, virus berjalan ke arah perifer melalui serabut saraf eferen baik sistem saraf volunter maupun otonom

Rabies

Balut luka dengan kain

Mengonsumsi obat pereda nyeri

Cuci dan tekan area yang terluka

Periksakan diri ke dokter

Cuci bekas gigitan anjing sampai bersih

Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR)

MANIFESTASI KLINIS

PENANGANAN AWAL image

KLASIFIKASI

PENANGANAN LANJUTAN

DEFINISI

PRINSIP PENANGANAN

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

ANGKA KEJADIAN

WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta orang setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5 juta orang keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga kali lipat amputasi serta cacat permanen lain

• Derajat nol (0) = terdapat gambaran khas yaitu : terdapat Luka bekas gigitan, bisa terasa Nyeri atau timbul pembengkakan atau edema serta kemerahan atau eritema dengan lebar < 3cm dalam 12 jam.

• Derajat satu (1) = terdapat Luka bekas gigitan, terasa Nyeri , Timbul pembengkakan atau edema serta kemerahan atau eritema dengan lebar 3 – 12 cm dalam 12 jam.

• Derajat dua (2) = terdapat Luka bekas gigitan, terasa Nyeri sekali, Timbul pembengkakan atau edema serta kemerahan atau eritema dengan lebar 12 - 25 cm dalam 12 jam, timbul neurotoksik, terasa mual mual, pusing dan timbul syok.

• Derajat tiga (3) = terdapat Luka bekas gigitan, terasa Nyeri sekali , Timbul pembengkakan atau edema serta kemerahan atau eritema dengan lebar lebih 25 cm dalam 12 jam, timbul perdarahan kulit, mual mual, pusing dan timbul syok.

• Derajat empat (4) = erdapat Luka bekas gigitan, terasa Nyeri sekali , Timbul pembengkakan atau edema serta kemerahan atau eritema dengan lebar lebih 25 cm dalam 12 jam, timbul perdarahan kulit, mual mual, pusing, gagal ginjal kronik dan koma.

 Vital sign: denyut nadi dan perbedaan tekanan darah saat duduk dan berdiri untuk melihat adanya postural drop.

 Kulit dan membran mukosa: ptekie, purpura, ekimosis, dan pendarahan konjungtiva.

 Sulcus gingivalis: tanda perdarahan sistemik spontan

 Hidung: epistaksis

 Abdomen: nyeri tekan abdomen sebagai tanda pendarahan intrabdomen atau retroperitoneal

 Neurologis: lateralisasi, paralisis flaksid otot

 Gejala berupa nyeri seluruh tubuh dan warna urin yang gelap merupakan indikasi kuat terjadinya rhabdomyolisis.

Metode-metode tersebut meliputi: insisi lokal, atau tusukan pada area gigitan, usaha untuk menghisap bisa dari luka, mengikat erat tourniquet di sekitar gigitan, shock elektrik, penggunaan bahan kimiawi atau topikal, tanaman atau es batu.

Pertolongan pertama yang direkomendasikan adalah upaya menenangkan korban, melakukan imobilisasi seluruh tubuh korban dengan membaringkannya dalam recovery position¸ dan melakukan imobilisasi pada tangan/kaki yang terkena gigitan baik menggunakan sling, splint, maupun metode pressure bandage immobilization (PBI)

• Jangan memanipulasi luka, baik dengan cara menyedot bisa ular dari tempat gigitan atau menyayat kulit agar bisa keluar bersama darah

• Jangan menggosok bekas gigitan dengan zat kimia atau mengompresnya dengan air panas atau es

• Jangan memberi korban minuman beralkohol atau kopi

• Jangan pernah mencoba mengejar dan menangkap ular

• Hindari menggunakan metode pertolongan secara tradisional seperti memberikan obat-obatan herbal atau bentuk pertolongan pertama yang tidak direkomendasikan

 Jangan pernah menggunakan tourniquet arteri atau alat penghenti pembuluh darah yang ketat

Pasien harus ditenangkan terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat kecemasannya, penanganan awal berupa primary survey yang direkomendasikan oleh panduan Advance Trauma Life Support dengan mempertahankan Airway, Breathing, dan Circulation serta memperhatikan tanda hemodinamik dan gejala penyebaran bisa ular. Pemberian profilaksis tetanus, antibiotik, dan analgesic selain NSAID dapat diberikan mengingat terdapat resiko pendarahan.

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image