Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
nyeri menelan - Coggle Diagram
nyeri menelan
diagnosis banding nyeri menelan
Epiglotitis
Epiglotitis merupakan peradangan akut pada regio supraglotis di orofaring, yaitu epiglottis dan struktur di sekitarnya. Pasien mengalami 4D, yaitu dysphagia, dysphonia, drooling, dan distress. Diagnosis dilakukan dengan visualisasi langsung epiglotis menggunakan nasofaringoskopi atau laringoskopi
Abses Retrofaringeal
Abses retrofaringeal merupakan kondisi mengancam jiwa dan memerlukan tindakan drainase emergensi. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Pada pasien di bawah usia 5 tahun, abses retrofaringeal umumnya didahului infeksi saluran pernapasan atas yang menyebabkan limfadenitis serviks supuratif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, abses retrofaringeal dapat disebabkan oleh trauma pada faring posterior, sehingga terjadi inokulasi ruang retrofaring.[
Mononukleosis Infeksius
Mononukleosis infeksius memiliki tanda dan gejala berupa kelelahan, malaise, nyeri tenggorokan, demam, mual, anoreksia, dan batuk. Trias klinis penyakit ini pada anak-anak adalah demam, faringitis, dan batuk
Faringitis
Faringitis biasanya muncul secara tiba-tiba dan disertai nyeri telan, demam, dan batuk. Jika dicurigai penyebabnya adalah Group A Streptococcus β-haemolyticus (GAS), dapat dilakukan pemeriksaan rapid antigen ataupun kultur
klasifikasi
Widoyono (2011) mengklasifikasikan difteri menjadi dua jenis
difteri, yaitu:
a. Difteri Tipe Respirasi
Difteri tipe ini disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi
toksin (toksigenik). Biasanya dapat menyebabkan gejala yang berat
sampai meninggal. Difteri tipe respirasi terbagi lagi menjadi
beberapa tipe, yaitu:
1) Difteri hidung (anterior nasal diphteria)
Difteria ini umumnya timbul pada bayi
2) Difteri faucial
Merupakan bentuk paling umum dari difteri. Gejala dapat
berupa tonsilitis disertai dengan pseudomembran yang berwarna
kuning keabuan pada salah satu atau kedua tonsil.
Pseudomembran dapat membesar hingga ke uvula, palatum
mole, orofaring, nasofaring, atau bahkan laring. Gejala dapat
disertai dengan mual, muntah, dan disfagia
3) Difteri tracheolaryngeal
Difteri laring biasanya terjadi sekunder akibat difteri faucial.
Difteri tracheolaryngeal dapat menimbulkan gambaran bullneck
pada pasien difteri akibat cervical adenitis dan edema yang
terjadi pada leher. Timbulnya bullneck merupakan tanda dari
difteri berat, karena dapat timbul obstruksi pernapasan akibat
lepasnya pseudomembran sehingga pasien membutuhkan
trakeostom
4) Difteri maligna
Hal ini merupakan bentuk difteri yang paling parah dari difteri.
Toksin secara cepat menyebar dengan demam tinggi, denyut
nadi cepat, penurunan tekanan darah dan sianosis. Biasanya
penyebaran membran meluas dari tonsil, uvula, palatum, hingga
lubang hidung. Gambaran bullneck dapat terlihat, dan timbul
perdarahan dari mulut, hidung, dan kulit.
cara menegakan diagnosis
pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis bisa dilakukan dengan melakukan pengecatan Gram dan methylene blue pada sampel apusan tenggorokan. Pengecatan dengan Gram menunjukkan kelompok bakteri berbentuk batang yang tidak motil, tidak berkapsul, dan berbentuk menyerupai tongkat baton. Pengecatan dengan methylene blue menunjukkan typical metachromatic granules.
Kultur
Pada apusan dari hidung, pseudomembran, kripta tonsilar, ulserasi dan diskolorasi, dapat mendiagnosis difteri melalui inokulasi pada media Loffler, media Tindale, plat telluride dan agar darah. Identifikasi bakteri ini didapatkan melalui pengamatan morfologi koloni, tampakan mikroskopik dan reaksi fermentasi.
Pada media Tindale, dapat ditemukan koloni berwarna hitam dengan halo
Pada media Loffler dapat ditemukan metachromatic granules
Pada telluride dapat ditemukan warna abu kehitaman yang tipikal
Setiap bakteri difteri yang terisolasi perlu diperiksa produksi toksinnya
tatalaksana
Tujuan pengobatan penderita difteri adalah untuk menonaktifkan racun yang belum terikat sesegera mungkin, mencegah dan berusaha meminimalkan komplikasi, menghilangkan C. diptheriae untuk mencegah penularan dan mengobati infeksi penyerta dan komplikasi difteri.
definisi,etiologi,faktor resiko,
definisi
Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini
ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan
ditemukan pseudomembran pada tonsil, faring, dan / atau rongga
etiologi
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria, yang dapat menyebar dari orang ke orang. Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
Penularan juga bisa terjadi jika menyentuh benda yang sudah terkontaminasi air liur penderita, seperti gelas atau sendok.
faktor resiko
Tinggal di area padat penduduk atau buruk kebersihannya
Bepergian ke wilayah yang sedang terjadi wabah difteri
Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya karena menderita AIDS
patofisologi
C. diphtheriae bersifat toxin-mediated disease yang artinya tanda
dan gejala yang timbul pada penyakit diakibatkan oleh toksin yang
dihasilkan bakteri ini. Toksin ini dapat menyebar melalui darah dan bisa
menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan
saraf. Akibat dari toksin difteri yaitu miokarditis, neuritis,
trombositopenia, dan proteinuria
Toksin difteri adalah polipeptida tidak tahan panas yang dapat
mematikan pada dosis 0,1 µm/kg. Toksin difteria diabsorbsi ke dalam
selaput mukosa dan menyebabkan destruksi epitel dan respons
peradangan superfisial. Epitel yang mengalami nekrosis tertanam dalam
eksudat fibrin dan sel-sel darah merah dan putih, sehingga terbentuk
pseudomembran yang berwarna putih keabu-abuan yang sering melapisi
tonsil, faring, atau laring.
komplikasi dan prognosis
komplikasi
Masalah pernapasan. Bakteri penyebab difteri dapat menghasilkan toksin atau racun. Racun ini mampu merusak jaringan di area infeksi, biasanya di hidung dan tenggorokan. Di area tersebut infeksi menghasilkan lapisan abu-abu yang terdiri dari sel-sel mati, bakteri, dan zat lainnya. Jika dibiarkan, selaput ini dapat menghambat pernapasan.
Kerusakan jantung. Racun yang dihasilkan oleh bakteri pun berisiko menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan lain di dalam tubuh. Misalnya dapat merusak otot jantung sehingga menimbulkan komplikasi seperti radang otot jantung (miokarditis). Kerusakan jantung akibat miokarditis dapat berkisar ringan atau berat. Dalam kasus yang paling parah, miokarditis dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak.
Kerusakan saraf. Racun juga dapat menyebabkan kerusakan saraf pada tenggorokan. Saraf yang mengalami masalah ini bisa menyebabkan kesulitan menelan. Racun juga bisa memengaruhi saraf bagian lengan dan kaki dan menyebabkan kelemahan otot. Ketika racun merusak saraf yang mengontrol otot pernapasan, otot-otot ini dapat menjadi lumpuh dan pengidapnya berisiko mengalami gagal napas.
prognosis
Prognosis difteri setelah ditemukannya ADS dan antibiotik lebih baik dari sebelumnya. Di Indonesia, di daerah yang belum diimunisasi masih ditemukan kasus difteri berat dengan prognosis buruk. Menurut Krugman, kematian mendadak pada difteri dapat disebabkan oleh (1) sumbatan jalan napas mendadak akibat lepasnya membran difteri, (2) adanya miokarditis dan gagal jantung, dan (3) kelumpuhan diafragma akibat neuritis saraf frenikus. Anak yang pernah mengalami miokarditis atau neuritis sebagai komplikasi difteri umumnya akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa, meskipun telah dilaporkan adanya kelainan jantung yang menetap.
edukasi
Difteri dapat dicegah dengan melakukan beberapa upaya berikut:
Imunisasi DPT
Pastikan anak menerima imunisasi DPT, yaitu pemberian vaksin difteri yang dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batuk rejan (pertusis). Imunisasi DPT merupakan salah satu imunisasi wajib di Indonesia yang diberikan pada usia 2, 3, 4, dan 18 bulan, serta usia 5 tahun.
Konsultasi dengan dokter
Konsultasikan dengan dokter jika anak belum mendapatkan vaksin DPT, terutama jika sudah berusia lebih dari 7 tahun. Dokter akan memberikan vaksin Tdap.
Antibiotik
Selain untuk mengatasi difteri, antibiotik juga dapat diberikan pada orang yang kontak dekat dengan penderita sebagai pencegahan.