Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Unsur Intrinsik Rumah Bambu - Coggle Diagram
Unsur Intrinsik Rumah Bambu
PENOKOHAN
Teknik Dramatik
Tokoh utama Parji, tokoh tambakan Pinuk
“Sepertiga dari gaji bulanan Parji habis untuk lincak satu ini...” (Mangunwijaya, 91). Parji sangatlah bersemangat untuk memberikan istrinya yang terbaik, menunjukkan betapa dia mencintainya.
Teknik Analitis
Pinuk
“Pinuk tidak bereaksi dan Parji berdiri keluar rumah”
Dalam kutipan ini, dapat diketahui bahwa Pinuk tidak peduli dengan kerja keras Parji.
ALUR
Komplikasi
Eksternal
Pinuk membela bahwa ia lebih percaya Suster Methilda daripada suaminya sendiri. “Pokoknya saya lebih percaya kepada Suster Methilda daripada… daripada…” “...Jongkos motel?”(Mangunwijaya, 96).
Internal
Parji suka meragukan dirinya tidak cukup baik untuk mengurus istrinya. “Sering Parji betanya diri, apakah dia dianggap menantu ataukah perampok anak perempuan” (Mangunwijaya, 92).
Klimaks
Pinuk menyatakan ke Parji bahwa ia lebih percaya dengan Suster Methilda daripada dia. Karena itu, Parji benar-benar tertusuk. “Pokoknya saya lebih percaya kepada Suster Methilda daripada… daripada…” “...Jongkos motel?” (Mangunwijaya, 96).
Pengenalan
Dimulai dengan Parji membangun rumah dengan bambu tutul sebagai kesempatan untuk membuktikan kepada mertuanya bahwa dia layak bersama istrinya. Tak hanya itu, istri Parji baru saja melahirkan anak sulung mereka.
Penyelesaian
Parji marah dan keluar rumah. Pinuk tak bereaksi apapun dan menyusui anaknya. “Pinuk tidak bereaksi dan parji berdiri keluar rumah. Dingin Pinuk duduk di lincak bambu tutul yang sore hari itu terasa dingin juga. Susu kirinya dikeluarkan dan lahap si bayi menyambut putiknya” (Mangunwijaya, 96).
LATAR
Waktu
Ketika istri Parji, Pinuk, baru melahirkan anak sulungnya. “Isterinya baru saja melahirkan anak sulung mereka...” (Mangunwijaya, 92-93).
Sosial
Menurut adat Jawa, bayi harus dilahirkan di rumah nenek.
“...menurut adat Jawa yang praktis, kelahiran anak pertama harus terjadi di rumah nenek...” (Mangunwijaya, 93).
Tempat
Di desa biasa; “Begitu ia dapat lebih hidup di antara orang desa biasa....” (Mangunwijaya, 91).
SUDUT PANDANG
Sudut pandang persona ketiga karena menggunakan kata seperti Parji, Pinuk, Suster Methilda, dll.
“Puas seklai Parji memangdang dan menyeka lincak bebmu tutul yang abru dibelinya itu" (Mangunwijaya, 90).
AMANAT
Cinta berjalan dua arah.
GAYA BAHASA
Metafora= “Wajahnya yang panjang dengan sepasang mata kijang yang sangat mempesonanya itu tetap beku, dan sambil mencium bayinya ia berkata cukup keras juga: “Menurut Suster Methilda, bulan-bulan pertama bayi harus dijaga betul” (Mangunwijaya, 95). Teks tersebutmengatakan bahwa mata Pinuk tidak benar-benar mempunyai mata kijang tetapi menggambarkan bahwa dia memiliki mata seperti kijang.
TEMA
Perjuangan kepercayaan.