Pi, diberi nama menurut salah satu huruf Yunani, yang uniknya tidak diberi nama oleh orang Yunani atau ditemukan oleh mereka.
Konsep pi pertama kali dimunculkan oleh bangsa Mesir Kuno yang dibuktikan dengan sebuah catatan sejarah yang menyatakan bahwa angka ini sudah digunakan pada tahun 1650 SM.
Catatan tersebut ditulis oleh seseorang bernama Ahmes, yang menunjukkan beberapa rumus matematika, di antaranya tentang perkiraan kasar bagaimana menghitung luas lingkaran menggunakan suatu angka yang bila diterjemahkan dalam istilah modern mewakili 3,1604.
Baru pada sekitar tahun 200 SM, orang Yunani menjadi sadar akan pentingnya pi, meskipun mereka bukanlah yang memberi nama angka itu.
Archimedes memperkirakan nilai pi sekitar tahun 200 SM dalam bentuk pecahan, mengingat orang Yunani pada saat itu belum menggunakan desimal.
Archimedes memperkirakan pi sebagai pecahan 3 1/7, yang dalam desimal bernilai sekitar 3,14.
Matematikawan dan ilmuwan lantas menggunakan nilai pi menurut perhitungan Archimedes selama berabad-abad.
Ketertarikan akan angka ini kembali mengemuka pada akhir abad ke-16. Ludolph Van Ceulon mendedikasikan banyak waktu untuk meneliti pi, dan menerbitkan buku berjudul On the Circle (Van den Circkel) untuk menuliskan penemuannya.
Ludolp berhasil menghitung pi hingga 35 desimal yang kemudian dinamakan sebagai Angka Ludolphian untuk menghormatinya.
Baru pada awal abad ke-18 angka 3,14159 mendapatkan namanya seperti sekarang.
Pelopor penyebutan pi bisa dilacak pada William Jones, seorang ahli matematika Welsh. Dia menyarankan angka “ajaib” tersebut dinamakan pi (Π) yang juga mewakili salah satu abjad Yunani.
Tradisi ini dipopulerkan oleh matematikawan lain dan menjadi kesepakatan bersama hingga saat ini.