Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Metode Studi Al-Quran dan Al-Hadits Melalui Munasabat Al-Qur'an dan Al…
Metode Studi Al-Quran dan Al-Hadits Melalui Munasabat Al-Qur'an dan Al-Hadits
Sejarah
Orang pertama yang menulis Ilmu Munasabah ini ialah Imam Abu Bakar An-Naisaburi (324 H.) kemudian disusul oleh Abu Ja’far Ibnu Zubair yang mengarang kitab Al-Burhanu fi Munasabati Suwari al-Qur’ani dan diteruskan oleh Burhanuddin Al-Buqa’i yang menulis kitab: Nudzumud Durari Fi Tanasubil Aayaati Was Suwari dan As-Suyuthi yang menulis kitab Asrarut Tanzili Wa Tanasuqud Durari Fi Tanasub al-Ayati wa al-Suwari serta M. Shodiq Al-Ghimari yang mengarang kitab Jawahir al-Bayani fi Tanasub Suwar al-Qur’ani.
’Ulum al-Quran sebagai metodologi tafsir sudah terumuskan secara mapan sejak abad ke 7-9 Hijriah yaitu saat munculnya dua kitab ’Ulūm al-Qur’ān yang sangat berpengaruh sampai kini yakni al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān karya Badruddīn al-Zarkasyī (w.794 H) dan al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān karya Jalāluddīn al-Suyūthī (w. 911 H).
Ilmu ini posisinya cukup urgen dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat Al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sebagaimana tampak dalam salah satu metode Tafsir Ibn Katsīr “al-Qur’ān yufassiru ba’dhuhu ba’dhan” posisi ayat yang satu adalah menafsirkan ayat yang lain maka memahami kitab suci harus utuh. Jika tidak maka akan masuk dalam model penafsiran yang sepotong-sepotong (atomistik).
Macam-Macam
Ditinjau dari sifatnya Munasabah terbagi menjadi dua bagian yaitu
Zhairul Irtibath
artinya munasabah ini terjadi karena bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang ayat yang satu berupa penguat penafsir penyambung penjelas pengecualian atau pembatas rutuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh adalah hubungan antara ayat satu dan dua dari surat Al-Isra’ yang menjelaskan tentang di isra’-kannya Nabi Muhammad SAW dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Taurat kepada Nabi Musa. Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan tentang diutusnya nabi dan rasul.
Khaffiyul Irtibat
artinya munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian Al-Qur’an tidak ada kesesuaian sehingga tidak tampak adanya hubungan diantara keduanya bahkan tampak masing masing ayat berdiri sendiri baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Hal tersebut tampak dalam dua model yakni hubungan yang ditandai dengan huruf ‘Athaf dapat diteliti melalui susunan mudhodah istithrod takhollush atau tamsil bisa kita lihat dari surat An-Nur ayat 35. Surat ini adalah contoh athfiyyah melalui takhollush (melepaskan satu kata ke kata yang lain tapi korelasinya masih ada). Dalam ayat ini ada 5 Takholush yaitu: a) An-Nur dengan perumpamaannya di takhollush ke ajazazah dengan menyebut sifatnya b) menyebut An-Nur dan ajazazah ditakhollush dengan menyebut asajaroh c) dari asajaroh ditakhollush dengan menyebut sifat zaitun d) sifat zaitunah ditakhollush ke sifat an-nur e) dari sifat an-nur ditakhollush ke nikmat Allah berupa hidayah liman yasya’ahu.
Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya terdapat 8 macam munasabah yaitu:
Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-syuyuti menyimpulkan bahwa munasabah ini berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al-fatihah ayat 1 ada ungkapan alhamdulillah
Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Keserasian serupa itu merupakan pembahasan surat serta penjelasan menyangkut tujuan surat tersebut.Sebagaimana diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama al-Baqarah yang berarti lembu betina. Cerita tentang lembu betina yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan dalammembangkitkan orang yang telah mati
Munasabah antar bagian suatu ayat
Munasabah antar bagian suatu surat sering berbentuk korelasi Al-tadhadadh (perlawanan) seperti yang terlihat pada surat Al-Hadid ayat 4:
Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya
Sebagai contoh dalam surat al-baqarah ayat 1 sampai 20 Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka yang berbeda-beda yaitu mukmin kafir dan munafik
Munasabah antarfashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam suatu aya
Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
Munasabah ini arti bahwa awal suatu surah menjelaskan pokok pikirantertentu lalu pokok pikiran ini dikuatkan kembali di akhir surah
Munasabah antar penutup satu surat dengan awal surat berikutnya
Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya sebab semua permulaan surah erat sekali kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya sekalipun sudah dipisah dengan basmalah
Definisi
Etimologi
menurut as-suyuthi berarti al musyakalah (keserupaan) dan al- muqorobah (kedekatan).Istilah munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas dan berati al-wasf al-mmukarrib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum)
terminology
Menurut az-zarkasi
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti akal itu akan menerimanya.
Menurut Al-Biqa’i
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibaliik susunan atau urutan bagian-bagian al-qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat
Menurut Quraish Shihab
dalam tafsirnya “Tafsir al-Mishbah” mengedepankan pengertian munâsabah dalam ilmu al-Qur’an disandingkan dengan tema pokok dalam al-Qur’an. al-munâsabah didefinisikan sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.
Cara mengetahui munasabah dan fungsinya
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi. Artinya pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi maupun dari sahabatnya. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa yang ada. Menurut Syekh Izzudin bin Abdus Salam bahwa seseorang mufassir terkadang seorang musafir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak menemukan. Jika tidak menemukan keterkaitan keterkaitan mufassir tidak diperkenankan memaksakan diri karena jika memaksakan berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya. Jadi dalam hal ini dibutuhkan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Kalaupun itu terjadi ia mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan yang baik saja pasti terhindar darinya apalagi kalam yang terbaik
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dalam surah (munasabah) dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini yaitu
Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi obyek pencarian. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak. Dalam mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
Sumber :
http://piuii17.blogspot.com/2017/11/studi-al-quran-dan-hadits-munasabah.html
[Diakses Tanggal 4 April ]
http://sundulgaan.blogspot.com/2017/05/makalah-tentang-munasabah-alquran-hadits.html
[Diakses Tanggal 4 April 2020]
https://iqra.id/munasabah-al-quran-memahami-pertautan-kandungan-kitab-suci-1-221488/
[Diakses Tanggal 4 April 2020]
https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5bf5744c677ffb592f6c0af7/munasabah-al-qur-an?page=all
[Diakses Tanggal 4 April 2020]
QORI NURISLAMIATY_1176000128_VIB