Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
PM NO 65 TAHUN 2019 PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN KEAGENAN KAPAL (BAB…
PM NO 65 TAHUN 2019
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN KEAGENAN KAPAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dlm PM ini yg dimaksud dgn:
Usaha Keagenan Kapal adalah kegiatan usaha untuk mengurus kepentingan kapal perusahaan angkutan laut asing dan/atau kapal perusahaan angkutan laut nasional selama berada di Indonesia.
Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia dan/atau dari dan ke pelabuhan di luar negeri.
Perusahaan Angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum asing yang kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dari dan ke pelabuhan luar negeri.
Agen Umum adalah perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional yang khusus didirikan untuk melakukan usaha keagenan kapal, yang ditunjuk oleh perusahaan angkutan laut asing untuk mengurus kepentingan kapalnya selama berada di Indonesia.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
Otoritas Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.
Asosiasi adalah perkumpulan badan usaha yang bergerak khusus di bidang keagenan kapal yang diakui oleh pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan laut.
BAB II
PENYELENGGARAAN KEAGENAN KAPAL
Bagian Kesatu
Kegiatan Keagenan Kapal
Pasal 2
Keagenan Kapal merupakan pelayanan jasa yg dilakukan utk mewakili Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan/atau Perusahaan Angkutan Laut Asing dlm rangka mengurus kepentingan Kapal Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan/atau Kapal Perusahaan Angkutan Laut Asing selama berada di Indonesia.
Pasal 3
Pelayanan jasa yg dilakukan oleh keagenan kapal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 terdiri atas:
a. pelaporan secara tertulis rencana dan realisasi kedatangan dan keberangkatan kapal yang diageninya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal;
b. penyerahan dokumen kapal kepada syahbandar utama, Otoritas Pelabuhan utama, Kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan khusus Batam, kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, atau unit penyelenggara pelabuhan setempat serta instansi pemerintah terkait lainnya;
c. pengurusan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh kapal tersebut;
d. penunjukan perusahaan bongkar muat untuk kepentingan pemilik kapal;
e. penyelesaian dokumen kapal yang habis masa berlakunya atas beban pemilik kapal;
f. pemungutan uang tambang atas perintah pemilik kapal;
g. pembukuan dan pencarian muatan;
h. penerbitan konosemen untuk dan atas nama pemilik kapal;
i. penyelesaian tagihan atas nama pemilik kapal;
j. penyelesaian pengisian bunker bahan bakar minyak dan air tawar, serta pemenuhan kebutuhan perlengkapan dan perbekalan;
k. pemberian informasi yang diperlukan oleh pemilik kapal; dan/atau
l. pelaksanaan kegiatan lainnya yang disepakati antara pemilik kapal atau operator kapal dengan pelaksana kegiatan keagenan kapal.
Bagian Kedua
Pelaksana Kegiatan Keagenan Kapal
Pasal 4
Pelaksana kegiatan keagenan kapal dilakukan oleh:
a. perusahaan nasional keagenan kapal; atau
b. Perusahaan Angkutan Laut Nasional.
Pasal 5
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan badan usaha yang didirikan khusus untuk kegiatan keagenan kapal.
(2) Pelaksana kegiatan keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a bertanggung jawab terhadap penyelesaian semua tagihan dan permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian atau kontrak keagenan yang telah disepakati, yang berkaitan dengan kegiatan kapal yang diageni selama berada di Indonesia.
Pasal 6
Perusahaan nasional keagenan kapal yg melakukan kegiatan keagenan kapal nasional dan/atau kapal asing harus memiliki surat penunjukan keagenan kapal.
Bagian Ketiga
Kegiatan Keagenan Kapal
Pasal 7
Kegiatan keagenan kapal meliputi:
a. keagenan umum kapal angkutan laut asing; dan
b. keagenan kapal angkutan laut dalam negeri.
Pasal 8
(1) Kegiatan keagenan umum kapal angkutan laut asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilaksanakan oleh Agen Umum.
(2) Agen Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perusahaan nasional keagenan kapal; atau
b. Perusahaan Angkutan Laut Nasional.
(3) Perusahaan Angkutan Laut Asing yang melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari Pelabuhan atau Terminal Khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri harus menunjuk Agen Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Nakhoda kapal asing dapat menunjuk Agen Umum dalam hal kapal asing datang karena keadaan darurat di suatu Pelabuhan atau Terminal Khusus terdekat.
(5) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan membuat surat penunjukan kepada Agen Umum yang terdapat di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
(6) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat disertai dengan pemberian uang muka untuk pembayaran biaya kapal selama berada di pelabuhan.
Pasal 9
(1) Kegiatan keagenan kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b yang dioperasikan oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional hanya dapat diageni oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional atau perusahaan nasional keagenan kapal.
(2) Dalam hal tidak terdapat Perusahaan Angkutan Laut Nasional atau perusahaan nasional keagenan kapal di suatu Pelabuhan, Perusahaan Angkutan Laut Nasional dapat menunjuk perusahaan pelayaran rakyat sebagai sub agen.
(3) Dalam hal suatu Pelabuhan atau Terminal Khusus tidak terdapat perusahaan pelayaran rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Nakhoda kapal dapat menghubungi instansi yang terkait untuk menyelesaikan segala urusan dan kepentingan kapalnya selama berada di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
Pasal 10
Pelaksanaan kegiatan keagenan kapal oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 huruf b dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENGUSAHAAN KEAGENAN KAPAL
Bagian Kesatu
Persetujuan Keagenan Kapal
Pasal 11
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang didirikan khusus untuk kegiatan keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus memiliki izin komersil atau operasional berupa persetujuan keagenan kapal yang diberikan oleh Menteri.
(2) Perusahaan nasional keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh warga negara Indonesia.
(3) Izin komersil atau operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik sector perhubungan di bidang laut.
Pasal 12
Tata cara pemberian izin komersil atau operasional persetujuan keagenan kapal dilakukan melalui aplikasi dlm jaringan yg dilaksanakan sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Persetujuan keagenan kapal berlaku selama perusahaan nasional keagenan kapal masih menjalankan kegiatan usahanya.
Pasal 14
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang telah mendapatkan persetujuan keagenan kapal berhak menerima pembayaran dari pemilik kapal sesuai dengan kesepakatan.
(2) Struktur tarif pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kerangka tarif dengan mempertimbangkan:
a. jenis barang dan ukuran kapal;
b. volume dan berat barang;
c. bentuk kemasan;
d. jenis pelayanan;
e. pelabuhan tujuan;
f. waktu tunggu di pelabuhan (port stay).
Pasal 15
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang telah mendapatkan persetujuan keagenan kapal harus mendaftarkan kegiatan usaha kepada penyelenggara Pelabuhan terdekat dengan melampirkan sertifikat keanggotaan Asosiasi.
(2) Penyelenggara Pelabuhan terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan verifikasi terhadap dokumen persyaratan dan keberadaan domisili perusahaan dengan persetujuan keagenan kapal yang dimiliki oleh perusahaan nasional keagenan kapal.
(3) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen persyaratan dengan dokumen asli dan/atau ketidaksesuaian domisili perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Pelabuhan dapat menolak pendaftaran perusahaan keagenan kapal dan dapat merekomendasikan kepada Menteri untuk dilakukan pembekuan atau pencabutan persetujuan keagenan kapal.
Pasal 16
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang telah mendapatkan persetujuan keagenan kapal harus memiliki sumber daya manusia yang kompeten di bidang keagenan kapal.
(2) Peningkatan kompetensi sumber daya manusia dibidang keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Asosiasi melalui pendidikan dan pelatihan.
Pasal 17
Perusahaan nasional keagenan kapal bertanggung jawab terhadap kapal berbendera Indonesia dan/atau kapal asing yg diageninya selama berada di Indonesia.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 18
Menteri melakukan evaluasi terhadap:
a. persetujuan keagenan kapal; dan
b. kegiatan usaha perusahaan nasional keagenan kapal.
Pasal 19
Tata cara evaluasi persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dilakukan melalui aplikasi dalam jaringan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Evaluasi persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemutakhiran dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3);
b. laporan tahunan kegiatan usaha keagenan kapal selama 2 (dua) tahun terakhir;
c. laporan keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir; dan
d. berita acara verifikasi administrasi dan teknis dari penyelenggara Pelabuhan setempat.
(3) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d, yakni verifikasi kesesuaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(4) Verifikasi teknis sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d meliputi:
a. alamat kantor sesuai surat keterangan domisili; dan
b. sarana dan prasarana sesuai persyaratan.
(5) Dalam hal hasil evaluasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pembekuan terhadap persetujuan keagenan kapal.
(6) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sejak pembekuan persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) perusahaan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pencabutan persetujuan keagenan kapal.
(7) Pembekuan atau pencabutan persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 21
(1) Untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan penyedia jasa keagenan kapal, Menteri melakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap kegiatan usaha perusahaan nasional keagenan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim terpadu yang terdiri dari unsur hukum, teknis dan penyelenggara Pelabuhan, serta melibatkan Asosiasi.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara evaluasi sesuai dengan format contoh 13 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Dalam hal evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidakseimbangan antara pengguna dan jumlah perusahaan keagenan kapal, Menteri dapat menghentikan sementara persetujuan keagenan kapal.
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 22
Perusahaan nasional keagenan kapal yg ditunjuk sebagai Agen Umum, harus menyampaikan:
a. laporan pemberitahuan umum kedatangan dan keberangkatan kapal (LK3) yang diageninya kepada penyelenggara pelabuhan setempat yang disusun sesuai dengan format Contoh la, Contoh lb, dan Contoh lc sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b. laporan bulanan kegiatan kunjungan kapal yang diageninya kepada penyelenggara Pelabuhan setempat paling lambat 14 (empat belas) hari pada bulan berikutnya yang merupakan rekapitulasi dari laporan kedatangan dan keberangkatan kapal (LK3) yang disusun sesuai dengan format Contoh 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
c. laporan realisasi perjalanan kapal yang diageninya kepada Direktur Jenderal berupa laporan:
kapal dengan trayek tetap dan teratur, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak kapal tersebut menyelesaikan 1 (satu) perjalanan; dan
kapal dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur setiap 3 (tiga) bulan,
yang disusun sesuai dengan format Contoh 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
d. laporan tahunan kegiatan perusahaan kepada Direktur Jenderal, paling lambat setiap tanggal 31 Maret pada tahun berjalan yang merupakan rekapitulasi dari perjalanan kapal, yang disusun sesuai dengan format Contoh 4a, Contoh 4b, dan Contoh 4c sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Kantor Cabang
Pasal 23
(1) Untuk menunjang peningkatan pelayanan terhadap keagenan kapal yang diageninya, perusahaan nasional keagenan kapal yang telah memiliki persetujuan keagenan kapal dapat membuka kantor cabang perusahaan di Pelabuhan atau Terminal Khusus di Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang Perusahaan Nasional Keagenan Kapal dilakukan dgn mempertimbangkan:
a. keseimbangan antara permintaan dengan penyediaan pelayanan jasa kapal di Pelabuhan atau Terminal Khusus; dan
b. peluang dan kesempatan kerja bagi penduduk setempat.
(3) Pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan di luar wilayah provinsi kantor pusat.
Pasal 24
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang memiliki kegiatan usaha pada beberapa Pelabuhan dan/atau Terminal Khusus dalam satu wilayah provinsi dilakukan oleh kantor pusat.
(2) Kegiatan usaha pada beberapa Pelabuhan dan/atau Terminal Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar pada penyelenggara Pelabuhan setempat.
(3) Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerbitkan surat pendaftaran kegiatan Usaha Keagenan Kapal dengan mempertimbangkan:
a. rencana kegiatan Usaha Keagenan Kapal paling sedikit 3 (tiga) bulan;
b. jarak dan lokasi antara kantor pusat dengan Pelabuhan tempat kegiatan usaha; dan
c. wilayah administratif.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlukan pembukaan kantor cabang dalam satu wilayah provinsi dengan kantor pusat, perusahaan nasional keagenan kapal harus membuka kantor cabang.
Pasal 25
(1) Dalam membuka kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (4), perusahaan nasional keagenan kapal mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dan ditembuskan kepada penyelenggara Pelabuhan setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan dengan melampirkan persyaratan:
a. izin komersial atau operasional berupa persetujuan keagenan kapal;
b. surat keterangan domisili kantor cabang perusahaan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
c. surat keputusan pengangkatan kepala kantor cabang sebagai penanggung jawab dan kartu tanda penduduk;
d. bukti kepemilikan tempat usaha atau perjanjian sewa paling singkat 1 (satu) tahun;
e. bukti kepemilikan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan usaha kantor cabang perusahaan keagenan kapal terdiri atas peralatan kantor, peralatan komputer, fasilitas internet aktif, dan website jasa keagenan kapal;
f. surat keputusan pengangkatan tenaga ahli sebagai karyawan tetap yang dilengkapi dengan ijazah dan surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun dari perusahaan pelayaran dan/atau perusahaan nasional keagenan kapal; dan
g. surat pertimbangan pembukaan kantor cabang dari penyelenggara Pelabuhan setempat.
(3) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f paling sedikit 1 (satu) orang tenaga ahli ketatalaksanaan angkutan laut dan kepelabuhanan atau manajemen transportasi laut berijazah minimal D-III (diploma tiga), tenaga ahli nautika (ANT III), atau tenaga ahli teknika (ATT III).
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terpenuhi, Direktur Jenderal menerbitkan surat persetujuan pembukaan kantor cabang sesuai dengan format Contoh 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Perusahaan nasional keagenan kapal melaporkan kepada penyelenggara Pelabuhan setempat setelah memperoleh persetujuan pembukaan cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
BAB IV
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 26
(1) Perusahaan nasional keagenan kapal yang telah mendapatkan persetujuan keagenan kapal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 22 dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan persetujuan; dan/atau
c. pencabutan persetujuan.
Pasal 27
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a, dikenai sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari kalender yang dibuat sesuai dengan format Contoh 6, Contoh 7, dan Contoh 8 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal pemegang persetujuan tidak melaksanakan kewajibannya setelah jangka waktu peringatan tertulis ketiga berakhir, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan keagenan kapal.
(3) Pembekuan persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yang dibuat sesuai dengan format Contoh 9 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Dalam hal pemegang persetujuan keagenan kapal tidak melaksanakan kewajibannya setelah jangka waktu pembekuan persetujuan keagenan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keputusan pencabutan persetujuan keagenan kapal.
(5) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan format Contoh 10 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
Persetujuan keagenan kapal dpt dicabut tanpa melalui peringatan tertulis dan pembekuan persetujuan dlm hal perusahaan yg bersangkutan:
a. melakukan kegiatan yg dpt membahayakan kemanan negara berdasarkan keputusan dari instansi yg berwenang; dan
b. menyatakan membubarkan diri atau jatuh pailit berdasarkan keputusan dari instansi yg berwenang.
Pasal 29
Besaran tarif pelayanan jasa Usaha Keagenan Kapal ditetapkan atas dasar kesepakatan bersama antara penyedia jasa dan pengguna jasa berdasarkan jenis, Struktur, dan golongan tarif dengan menggunakan pedoman perhitungan tarif yang diatur oleh Peraturan Menteri tersendiri.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Perusahaan nasional keagenan kapal yang telah menjalankan usahanya harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 11 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Keagenan Kapal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 92), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.