PM NOMOR 52 TAHUN 2018 PERUBAHAN DARI PM NOMOR 29 TAHUN 2017

click to edit

Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam peraturan menteri energy dan sumber daya mineral no 29 tahun 20147 dalam perizinan pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi ( berita negara republik indonesia tahun 2018 nomor 569 ) dirubah sebagai berikut :

  1. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d dihapus dan ayat (6)
    diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a meliputi kegiatan:
a. Survei Umum Minyak dan Gas Bumi
konvensional;
b. Survei Umum Migas Non Konvensional;
c. Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi konvensional; dan
d. Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi non-konvensional

(2) Izin pemanfaatan data minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b antara lain meliputi kegiatan:
a. pemanfaatan data hasil kegiatan survey umum , study bersama , ekplorasi , dan exploitasi untuk tujuan evaluasi dan pengolahan data didalam negeri atau luar negeri
b. Pemanfaatan data hasil kegiatan survey umum , studi bersama , ekplorasi dan exploitasi untuk tujuan ilmiah didalam negeri atau luar negeri, dan atau
c. Pemanfaatan data hasil kegiatan eksplorasi dan exploitasi untuk tujuan pembukaan data ( disclosed data ) dalam rangka pengalihan interest, termasuk pembukaan data secara virtual.

(3) Izin usaha pengolahan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c, meliputi kegiatan:
a. pengolahan minyak bumi,
b. pengolahan gas bumi,
c. pengolahan hasil olahan , dan
d. dihapus

(4) Izin usaha penyimpanan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dengan pasal 3 huruf d meliputi kegiatan:
a. penyimpanan minyak bumi,
b. penyimpanan bahan bakar minyak,
c. penyimpanan LPG,LNG, CNG atau BBG dan,
d. penyimpanan hasil olahan

(5) Izin usaha pengangkutan minyak dan gas bumi sebagimana dimaksud dengan pasal 3 huruf e meliputi kegiatan usaha:
a. pengakutan minyak bumi, b. pengangkutan bahan bakar minyak ,
c. pengangkutan gas bumi melalui pipa,
d. pengakutan LPG, LNG,CNG, atau BBG dan
e. Pengangkutan hasil olahan.

(6) .Izin usaha niaga minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf f meliputi kegiatan;
a. niaga minyak bumi,
b. niaga umum bahan bakar minyak,
c. niaga terbatas bahan bakar minyak,
d. Niaga umum hasil olahan,
e. Niaga terbatas hasil olahan,
f. Niaga gas bumi melalui pipa,
g. Niaga gas bumi yang memiliki fasilitas jaringan distribusi, dan
h. niaga LPG,LNG,CNG, atau BBG

click to edit

Ketentuan Pasal 26 huruf d diubah sehingga Pasal 26
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

Jangka waktu Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:


a. Untuk izin usaha pengolahan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap perpanjangan.


b. untuk izin usaha penyimpanan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 4 paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 10 tahun untuk setiap perpanjangan,


c. untuk izin usaha pengangkutan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 5 paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 10 tahun untuk setiap perpanjangan,


d. Untuk izin usaha niaga minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 6 paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap perpanjangan.

Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut

Pasal 38

(1) Pemegang izin Usaha niaga minyak dan gas bumi untuk kegiatan usaha niaga umum bahan bakar minyak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 6 huruf b, wajib:


a. Memiliki saran dan fasilitas penyimpanan dengan jumlah keseluruhan paling sedikit 1.500 kl ( seribu lima ratus kiloleter ) dan atau,


b. menguasai/sewa/kerja sama atas saran dan fasilitas penyimpanan dengan jumlah keseluruhan paling sedikit 1.500kl ( seribu lima ratus kilo liter ):


  1. dari badan usaha pemegang izin usaha penyimpanan minyak dan gas bumi, atau,


  2. milik pihak lain secara exclusive dengan jangka waktu paling sedikit 10 tahun.

(2) Sarana dan fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibangun dan/ atau dikuasai/ disewa/ dikerjasamakan pada wilayah jaringan distribusi niaga yang ditetapkan

Diantara Pasal 53 dan Pasal 54 disisipkan 1 (satu) pasal,
yaitu Pasal 53Ayang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 53A

Permohonan izin usaha niaga minyak dan gas bumi untuk kegiatan niaga umum bahan bakar minyak dan/ atau niaga umum hasil olahan , yang telah diajukan kepada menteri sebelum berlakunya peraturan menteri ini tetap diproses pernyelesaiannya berdasarkan ketentuan dalam peraturan menteri ini.

  1. Lampiran VII tentang perizinan pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mengatur mengenai persyaratan administratif dan teknis serta tata cara pengajuan izin usaha niaga minyak dan gas bumi diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini

Pasal 1

  1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
  1. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
  1. Minyak dan Gas Bumi Non-Konvensional yang selanjutnya disebut Migas Non-Konvensional adalah minyak dan gas bumi yang diusahakan dari reservoir tempat terbentuknya minyak dan gas bumi dengan permeabilitas yang rendah (low permeability), antara lain shale oil, shale gas, tight sand gas, gas metana batubara dan methane-hydrate, dengan menggunakan teknologi tertentu seperti fracturing.
  1. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar Wilayah Kerja.
  1. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
  1. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.
  1. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga.
  1. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.
  1. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.
  1. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.
  1. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.
  1. Pemegang Izin adalah Badan Usaha atau Kontraktor yang diberikan Izin Survei atau Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi dalam kegiatan hulu minyak dan gas bumi.
  1. Izin Survei adalah izin yang diberikan kepada Pemegang Izin untuk melakukan Survei Umum di Wilayah Terbuka Minyak dan Gas Bumi atau survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
  1. Izin Usaha Sementara adalah izin yang bersifat sementara dalam rangka pembangunan sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan usaha dan pengurusan perizinan-perizinan dari instansi lain yang diberikan kepada Badan Usaha sebelum diberikan Izin Usaha Pengolahan, Penyimpanan, Pengangkutan dan Niaga Minyak dan Gas Bumi.
  1. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan,Pengangkutan,Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
  1. Pemegang Izin Usaha adalah Badan Usaha yang diberikan Izin Usaha Pengolahan, Penyimpanan, Pegangkutan atau Niaga Minyak dan Gas Bumi.
  1. Bahan Bakar Gas yang selanjutnya disingkat BBG adalah bahan bakar untuk digunakan dalam kegiatan transportasi yang berasal dari Gas Bumi dan/atau hasil olahan dari Minyak dan Gas Bumi.
  1. Liquefied Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penganannya yang pada dasarnya terdiri atas propane, butana, atau campuran keduanya.
  1. Liquefied Natural Gas yang selanjutnya disingkat LNG adalah Gas Bumi yang terutama terdiri dari metana yang dicairkan pada suhu sangat rendah (sekitar minus 160°C) dan dipertahankan dalam keadaan cair untuk mempermudah transportasi dan penimbunan.
  1. Compressed Natural Gas yang selanjutnya disingkat CNG adalah Bahan Bakar Gas yang berasal dari Gas Bumi dengan unsur utama berupa metana (C1) yang telah dimampatkan dan dipertahankan serta disimpan pada bejana bertekanan khusus untuk mempermudah transportasi dan penimbunan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan.
  1. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada Wilayah Kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
  1. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  1. Menteri adalah Menteri yang bidang, tugas, dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
  1. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan minyak dan gas bumi.
  1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan minyak dan gas bumi.

Pasal 2

Maksud dan tujuan dari Peraturan Menteri ini untuk melakukan penataan perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi agar perizinan menjadi lebih sederhana, transparan, efektif, efisien dan akuntabel.

BAB II

Pasal 3

Perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi meliputi:
a. Izin Survei;
b. Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi;
c. Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi;
d. Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi;
e. Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi; dan
f. Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 4

(1) Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi kegiatan:
a. Survei Umum Minyak dan Gas Bumi konvensional;
b. Survei Umum Migas Non Konvensional ;
c. Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi konvensional; dan
d. Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi non–konvensional.


(2) Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b antara lain meliputi kegiatan:
a. pemanfaatan data hasil kegiatan Survei Umum, studi bersama, eksplorasi, dan eksploitasi, untuk tujuan evaluasi dan pengolahan data di dalam negeri atau luar negeri;
b. pemanfaatan data hasil kegiatan Survei Umum, studi bersama, eksplorasi, dan eksploitasi untuk tujuan ilmiah di dalam negeri atau luar negeri; dan/atau
c. pemanfaatan data hasil kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi untuk tujuan pembukaan data (disclosed data) dalam rangka pengalihan interest, termasuk pembukaan data secara virtual.


(3) Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c meliputi kegiatan:
a. pengolahan Minyak Bumi;
b. pengolahan Gas Bumi;
c. pengolahan Hasil Olahan; dan
d. pengolahan dari bahan baku lainnya.


(4) Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d meliputi kegiatan:
a. penyimpanan Minyak Bumi;
b. penyimpanan Bahan Bakar Minyak;
c. penyimpanan LPG, LNG, CNG, atau BBG; dan
d. penyimpanan Hasil Olahan.


(5) Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e meliputi kegiatan usaha:
a. pengangkutan Minyak Bumi;
b. pengangkutan Bahan Bakar Minyak;
c. pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;
d. pengangkutan LPG, LNG, CNG, atau BBG; dan
e. pengangkutan Hasil Olahan.


(6) Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f meliputi kegiatan:
a. niaga Minyak Bumi;
b. niaga Umum Bahan Bakar Minyak;
c. niaga Terbatas Bahan Bakar Minyak;
d. niaga Hasil Olahan
e. niaga Gas Bumi melalui pipa;
f. niaga Gas Bumi yang memiliki fasilitas jaringan distribusi (Pipa Dedicated Hilir);
g. niaga Gas Bumi melalui pipa dengan fasilitas terminal penerima dan regasifikasi LNG; dan
h. niaga LPG, LNG, CNG atau BBG.

BAB III, PERSYARATAN, TATA CARA PENGAJUAN PERIZINAN DAN PENYESUAIAN IZIN USAHA

bagian kesatu, persyaratan administratif dan teknis serta tata cara pengajuan perizinan

Pasal 5

(1) Untuk mendapatkan Izin Survei untuk kegiatan Survei Umum Minyak dan Gas Bumi konvensional atau kegiatan Survei Umum Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b, Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.


(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Survei untuk kegiatan Survei Umum Minyak dan Gas Bumi konvensional atau kegiatan Survei Umum Migas Non Konvensional tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(3) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban dan kelengkapan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana tercantum pada ayat (2).

Pasal 6

(1) Untuk mendapatkan Izin Survei untuk kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi konvensional atau Izin Survei untuk kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Migas Non Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf d, Kontraktor mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.

(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Survei untuk kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi konvensional atau Izin Survei untuk kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Migas Non Konvensional, tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban dan kelengkapan persyaratan administratif dan teknis untuk kegiatan Survei sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2).

(2) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerbitkan Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(3) Berdasarkan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menerbitkan Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 8

(1) Untuk mendapatkan Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Badan Usaha atau Kontraktor mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.

(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban dan kelengkapan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana tercantum pada ayat (2).

(4) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerbitkan Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Berdasarkan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menerbitkan Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

pasal 9

(1) Untuk mendapatkan Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.

(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi tercantum

Pasal 10

(1) Untuk mendapatkan Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.


(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.

(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

(1) Untuk mendapatkan Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan administratif dan teknis.

(2) Persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara pengajuan Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi tercantum dalam

Pasal 13

Format pernyataan kesanggupan Badan Usaha dalam pengurusan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban dan kelengkapan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12.

(2) Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal dapat meminta klarifikasi kepada Badan Usaha terhadap persyaratan administratif dan/atau teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri hal sebagai berikut:
a. dalam hal masih diperlukan pembangunan sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan usaha dan perizinan dari instansi lain, Menteri menerbitkan Izin Usaha Sementara; atau
b. dalam hal tidak diperlukan penyiapan sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan usaha dan perizinan dari instansi lain, Menteri menerbitkan Izin Usaha.

Pasal 15

(1) Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a, paling sedikit memuat:
a. nama Badan Usaha;
b. jenis Izin Usaha yang diberikan sesuai permohonan yang diajukan;
c. lokasi kegiatan usaha;
d. fasilitas;
e. nilai investasi awal;
f. jangka waktu; dan
g. kewajiban Badan Usaha untuk menyelesaikan pembangunan sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan usahanya dan perizinan dari instansi lain dalam jangka waktu tertentu.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhadap Izin Usaha Sementara Pengangkutan untuk kegiatan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa berisi ketentuan mengenai larangan untuk membangun fasilitas dan sarana sebelum mendapatkan Hak Khusus Pengangkutan atas ruas transmisi atau wilayah jaringan distribusi Gas Bumi.

Pasal 16

(1) Pemegang Izin Usaha Sementara yang telah menyelesaikan pembangunan sarana dan fasilitas yang diperlukan, wajib melakukan uji coba operasi terhadap sarana dan fasilitas yang telah selesai dibangun selama jangka waktu Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a.

(2) Pada saat melakukan uji coba operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang Izin Usaha Sementara dilarang melakukan kegiatan usaha.

(3) Dalam hal pada saat melakukan uji coba operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat produk yang secara teknis harus disalurkan kepada pihak lain, Pemegang Izin Usaha Sementara wajib meminta persetujuan kepada Direktur Jenderal.

(4) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kompensasi oleh pihak penerima produk berdasarkan kelaziman bisnis.

pasal 17

(1) Dalam hal Pemegang Izin Usaha Sementara telah memenuhi seluruh kewajiban dalam Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, Pemegang Izin Usaha Sementara wajib melaporkan pemenuhan kewajibannya kepada Direktur Jenderal disertai penyampaian kelengkapan persyaratan tambahan yang diperlukan tercantum dalam Lampiran IV sampai dengan Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban dan kelengkapan persyaratan administratif dan teknis tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerbitkan Izin Usaha Pengolahan, Penyimpanan, Pengangkutan dan/atau Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c sampai dengan huruf f.

(4) Berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menerbitkan Izin Usaha Pengolahan, Penyimpanan, Pengangkutan dan/atau Niaga Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 18

Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dan Pasal 17 ayat (4), paling sedikit memuat:
a. nama Badan Usaha;
b. jenis Izin Usaha yang diberikan sesuai permohonan yang diajukan;
c. lokasi kegiatan usaha;
d. fasilitas;
e. kewajiban Badan Usaha;
f. jangka waktu; dan
g. sanksi berupa teguran tertulis, penangguhan, pembekuan, dan pencabutan Izin Usaha dalam hal terjadi pelanggaran.

Pasal 19

(1) Badan Usaha Pemegang Izin dapat melakukan kegiatan Survei lain dalam lingkup Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b.

(2) Kontraktor Pemegang Izin dapat melakukan kegiatan Survei lain dalam lingkup Izin Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf d.

(3) Badan Usaha Pemegang Izin dapat melakukan kegiatan lain dalam lingkup Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b.

(4) Kontraktor Pemegang Izin dapat melakukan kegiatan lain dalam lingkup Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c.

(5) Badan Usaha dan Kontraktor Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), wajib mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melengkapi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan.

Pasal 20

(1) Pemegang Izin Usaha dapat melakukan Izin Usaha lain dalam lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c sampai dengan huruf f dan/atau Pasal 4 ayat (3) sampai dengan ayat (6).

(2) Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melengkapi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan.

Bagian kedua , penyesuaian izin usaha

Pasal 21

(1) Pemegang Izin Usaha wajib melakukan penyesuaian terhadap Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dan Pasal 17 ayat (4), apabila terjadi perubahan dan/atau penambahan terhadap:
a. sarana dan fasilitas maupun lokasi kegiatan usaha; atau
b. jenis komoditas dan/atau merk dagang bagi Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi yang memiliki Izin Usaha Niaga.

(2) Pemegang Izin Usaha menyampaikan permohonan penyesuaian Izin Usaha kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan data teknis terkait perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan penyesuaian dan lampiran data teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal hasil evaluasi atas permohonan penyesuaian dan lampiran data teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dinyatakan lengkap dan benar, Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerbitkan penyesuaian Izin Usaha.

(5) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menerbitkan penyesuaian Izin Usaha.

(6) Terhadap Pemegang Izin Usaha yang akan melakukan pembangunan dalam perubahan dan/atau penambahan sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Menteri menerbitkan Izin Usaha Sementara dalam rangka perubahan dan/atau penambahan.

(7) Pemegang Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib melaporkan penyelesaian pembangunan sarana dan fasilitas serta pelaksanaan uji coba operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

(8) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Direktur Jenderal memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menerbitkan penyesuaian Izin Usaha.

BAB IV, JANGKA WAKTU PERIZINAN DAN PERPANJANGAN

Pasal 22

Jangka waktu perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, diberikan sesuai dengan ketentuan pada masing-masing dokumen perizinan dimaksud.

Pasal 23

Jangka waktu Izin Survei dan Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dan perpanjangannya, sebagai berikut:
a. untuk Izin Survei pada kegiatan Survei Umum Minyak dan Gas Bumi konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan untuk setiap perpanjangan serta ditindaklanjuti dengan kontrak kerja sama penyimpanan, pemeliharaan, dan pemasyarakatan data oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. untuk Izin Survei pada kegiatan Survei Umum Migas Non Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan untuk setiap perpanjangan serta ditindaklanjuti dengan kontrak kerja sama penyimpanan, pemeliharaan, dan pemasyarakatan data oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral;
c. kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditetapkan untuk:


1) seismik 3D (tiga dimensi) dengan jangka waktu paling lama 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun pada setiap perpanjangan; atau
2) seismik 2D (dua dimensi) dan non-seismik (geologi, geofisika dan geokimia) dengan jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun pada setiap perpanjangan,


d. untuk Izin Survei pada kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan untuk setiap perpanjangan;
e. untuk Izin Survei pada kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Migas Non Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan untuk setiap perpanjangan;
f. untuk Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan untuk setiap perpanjangan; dan
g. untuk Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan untuk setiap perpanjangan.

Pasal 24

(1) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diajukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sebelum izin tersebut berakhir.

(2) Permohonan perpanjangan kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum kontrak kerja sama tersebut berakhir.

Pasal 25

(1) Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

(2) Dalam hal jangka waktu Izin Usaha Sementara telah berakhir dan Pemegang Izin Usaha Sementara belum memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, Pemegang Izin Usaha Sementara dapat mengajukan perpanjangan Izin Usaha Sementara.

(3) Pemegang Izin Usaha Sementara dapat mengajukan permohonan perpanjangan Izin Usaha Sementara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan dilengkapi dengan alasan perpanjangan serta melampirkan laporan pelaksanaan pembangunan sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g.

(4) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perpanjangan Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemegang Izin Usaha Sementara telah menyelesaikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) pembangunan fisik sarana dan fasilitas;
b. terjadi keadaan diluar kemampuan Pemegang Izin Usaha Sementara yang bersangkutan (keadaan kahar) yang meliputi, bencana alam, huru hara, peperangan, makar, revolusi, kebakaran, embargo, sabotase, blokade, pemogokan, kekacauan, pemberontakan, isolasi karantina dan wabah; dan/atau
c. faktor kesiapan pasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dari pemasok.

(5) Perpanjangan Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 26

Jangka waktu Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:
a. untuk Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap perpanjangan;
b. untuk Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk setiap perpanjangan;
c. untuk Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk setiap perpanjangan; dan
d. untuk Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk setiap perpanjangan.

Pasal 27

Permohonan perpanjangan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya Izin Usaha.

BAB V, KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PEMEGANG IZIN DAN
PEMEGANG IZIN USAHA

bagian kesatu, kewajiban dan larangan bagi pemegang izin

Pasal 28

(1) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menyediakan dan menanggung seluruh dana dan risiko;
b. mengadakan kontrak kerja sama dengan Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai penyimpanan, pemeliharaan, dan pemasyarakatan data;
c. melaporkan perkembangan pelaksanaan Survei Umum kepada Direktur Jenderal;
d. menyampaikan salinan seluruh data hasil Survei Umum paling lama 3 (tiga) bulan setelah Survei Umum selesai; dan
e. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Survei.

(2) Kontrak kerja sama dengan Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat kententuan sebagai berikut: a. lingkup kerja sama; b. jangka waktu kontrak kerja sama; c. hak atas kepemilikan dan pemasyarakatan data hasil Survei Umum; d. kewajiban Pemegang Izin untuk pelaporan mengenai penyimpanan, pemeliharaan, dan pemasyarakatan data; e. kewajiban Pemegang Izin untuk menyediakan dan menanggung seluruh dana dan resiko;f. kewajiban Pemegang Izin untuk menyerahkan seluruh data hasil kegiatan Survei Umum termasuk data hasil olahan interprestasi dan data penunjang lainnya dalam keadaan layak pakai; g. kewajiban Pemegang Izin memberikan dukungan dalam rangka promosi Wilayah Kerja baru yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal dari wilayah kegiatan Survei Umum; h. kewajiban Pemegang Izin untuk melakukan evaluasi data dalam rangka perencanaan dan penyiapan Wilayah Kerja; dan i. kewajiban Pemegang Izin untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak atas hasil setiap pemasyarakatan data.

(3) Pemegang Izin yang melakukan kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh kepada Menteri.

Pasal 29

(1) Pemegang Izin Survei untuk kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi konvensional atau kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja Migas Non Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf d mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menyerahkan data seismik yang diperoleh dari kegiatan Survei ke luar Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf d paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya pengambilan, pengolahan dan interpretasi data kepada Direktorat Jenderal;
b. melaksanakan survei dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
c. wajib menandatangani perjanjian kerahasiaan data, dalam hal survei dilaksanakan oleh pihak ketiga;
d. melaporkan hasil pelaksanaan survei dan rincian data seismik kepada Direktorat Jenderal dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya survei;
e. wajib melaporkan perubahan kegiatan survei paling lama 14 (empat belas) hari kalender sebelum pelaksanaan kegiatan; dan
f. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Survei.

(4) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memindahtangankan data seismik kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari Menteri melalui Direktur Jenderal.

Pasal 30

(1) Pemegang Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan pemanfaatan data hasil kegiatan Survei Umum, eksplorasi dan eksploitasi untuk tujuan evaluasi dan pengolahan data di dalam negeri atau luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menandatangani perjanjian kerahasiaan dengan penerima data, dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan disaksikan oleh petugas Direktorat Jenderal di lokasi pengiriman data;
b. menjaga kerahasiaan data;
c. mengirimkan data ke negara yang telah ditentukan dalam hal data dikirim ke luar negeri; dan
d. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

(2) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:
a. menjual, memperdagangkan, mempublikasikan atau mengungkapkan data hasil kegiatan Survei Umum, eksplorasi dan eskploitasi kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Direktur Jenderal; dan
b. mengirim data hasil kegiatan Survei Umum, eksplorasi dan eskploitasi ke negara lain tanpa persetujuan dari Direktur Jenderal.

pasal 31

(1) Pemegang Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan pemanfaatan data hasil kegiatan Survei Umum, eksplorasi, dan eksploitasi untuk tujuan ilmiah di dalam negeri atau luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mengirimkan 1 (satu) salinan makalah paling lama 14 (empat belas) hari kalender sebelum dipublikasikan untuk dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal;
b. meminta validasi makalah dari Direktorat Jenderal; dan
c. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

(2) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mencantumkan angka-angka cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, lokasi dan nama sumur, satuan batuan dan lintasan seismik yang sebenarnya.

Pasal 32

(1) Pemegang Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan pemanfaatan data hasil kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi untuk tujuan pembukaan data (disclosed data) dalam rangka pengalihan interest, termasuk pembukaan data secara virtual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c mempunyai kewajiban:
a. menandatangani perjanjian kerasiahaan dengan penerima data yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang disaksikan oleh petugas Direktorat Jenderal di lokasi pengiriman data;
b. menjaga kerahasiaan data;
c. meminta kepada Direktorat Jenderal untuk penyaksian pelaksanaan disclosed data dalam rangka pengalihan interest; dan
d. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

(2) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memindahtangankan, mempublikasikan dan mengungkapkan data hasil kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Direktorat Jenderal.

Bagian kedua, kewajiban dan larangan bagi pemegang izin usaha sementara

Pasal 33

(1) Pemegang Izin Usaha Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan pembangunan sarana dan fasilitas sesuai dengan rencana pembangunan sarana dan fasilitas yang disetujui;
b. menggunakan barang dan peralatan yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menggunakan kaidah keteknikan yang baik
d. menggunakan pemanfaatan barang, peralatan, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun yang tersedia dalam negeri
e. mengutamakan penggunaan tenaga kerja Warga Negara Indonesia dengan memperhatikan pemanfaatan tenaga kerja setempat sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan;
f. menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan Iingkungan hidup;
g. melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal mengenai kemajuan pembangunan sarana dan fasilitas yang disetujui setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan
h. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Usaha Sementara.

(2) Pemegang Izin Usaha Sementara dilarang melakukan kegiatan usaha.

(3) Pemegang Izin Usaha Sementara untuk kegiatan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilarang melakukan pembangunan pipa ruas transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi Gas Bumi sebelum mendapatkan Hak Khusus Pengangkutan atas ruas transmisi atau wilayah jaringan distribusi Gas Bumi.

bagian ketiga, kewajiban pemegang izin usaha

Pasal 34

(1) Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c sampai dengan huruf f mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menjamin dan bertanggung jawab atas penggunaan peralatan, keakuratan, dan sistem alat ukur yang digunakan yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menjamin mutu produk atau komoditas sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
c. menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat;
d. melaksanakan penugasan Menteri dalam rangka penyediaan cadangan Bahan Bakar Minyak dan Bahan Bakar Gas Nasional;
e. melaporkan dan/atau menyampaikan permohonan penyesuaian Izin Usaha apabila terdapat perubahan data administratif dan teknis;
f. memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh Instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perudang undangan, dan
g. melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam Izin Usaha.

(2) Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, huruf e, dan huruf f wajib melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan kegiatan usahanya setiap 1 (satu) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

(3) Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d wajib melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal mengenai kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 35

Terhadap kegiatan usaha Pengolahan Minyak Bumi dengan kapasitas kilang maksimal 20.000 (dua puluh ribu) barrel oil per day dalam suatu klaster, Izin Usaha Sementara diberikan kepada Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pelaksana pembangunan kilang minyak skala kecil atau kepada Badan Usaha yang mendapat penugasan pembangunan kilang minyak skala kecil dari Menteri.

Pasal 36

Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha Niaga Gas Bumi yang memiliki fasilitas jaringan distribusi (Pipa Dedicated Hilir) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf f, wajib mendapatkan Hak Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Pemegang Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) wajib memberikan kesempatan kepada Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) untuk secara bersama memanfaatkan sarana dan fasilitas penyimpanan yang dimilikinya dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.

Pasal 38

Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf b yang mengembangkan kegiatan usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak dapat menguasai fasilitas penyimpanan milik Pemegang Izin Usaha Penyimpanan untuk kegiatan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak.

Pasal 39

Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha Niaga BBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h yang melakukan pengembangan kegiatan usaha Niaga BBG, dapat menyalurkan BBG melalui penyalur BBG yang ditunjuk atau melalui seleksi.

Pasal 40

Dalam melaksanakan Kegiatan Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6), Pemegang Izin Usaha mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menjamin ketersediaan Minyak Bumi, Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, BBG, CNG, LNG, LPG, dan Hasil Olahan secara berkesinambungan pada jaringan distribusi niaganya;
b. menjamin harga jual Bahan Bakar Minyak, Gas Bumi, BBG, CNG, LNG dan LPG sesuai yang diatur dan/atau ditetapkan Menteri; dan
c. menjamin dan bertanggung jawab atas standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak, BBG, CNG, LNG, LPG dan Hasil Olahan sampai ke konsumen akhir sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 41

(1) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf b selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mempunyai dan menggunakan merek dagang tertentu yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
b. menjalankan kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak secara langsung untuk konsumen pengangkutan (transportasi darat) paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah kegiatan penyaluran yang dikelola oleh Pemegang Izin Usaha dan selebihnya hanya dapat dilaksanakan oleh Penyalur; dan
c. memiliki cadangan operasional BBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya.

(2) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Niaga Terbatas Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf c, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. melaksanakan kegiatan usaha Niaga kepada pengguna besar yang mempunyai/menguasai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau terminal penerima (receiving terminal) dan/atau kepada Pemegang Izin Usaha Niaga Umum; dan b. menjamin dan bertanggung jawab sampai kepada pengguna besar yang mempunyai/menguasai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau terminal penerima (receiving terminal) dan/atau kepada pemegang Izin Usaha Niaga Umum atas standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(3) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha Niaga LPG, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mempunyai cadangan operasional LPG sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;
b. mempunyai dan menggunakan merek dagang tertentu yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
c. melakukan kegiatan penyaluran LPG umum kepada pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga secara langsung atau melalui Penyalur LPG yang ditunjuk atau melalui seleksi; dan
d. memberikan kesempatan kepada Badan Usaha lain untuk secara bersama memanfaatkan sarana dan fasilitas yang dimiliki dan/atau dikuasai termasuk sarana dan fasilitas yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh penyalurnya dalam hal terjadi kelangkaan LPG.

(4) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Niaga LNG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menyalurkan LNG kepada:


1) Konsumen akhir;
2) Pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan Niaga LNG yang mempunyai/menguasai fasilitas dan sarana penyimpanan dan/atau pengangkutan LNG yang menyalurkan LNG ke konsumen akhir; dan/atau
3) Pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan Niaga Gas Bumi melalui Pipa atau kegiatan usaha Niaga Gas Bumi Yang Memiliki Fasilitas Jaringan Distribusi (Pipa Dedicated Hilir) yang menyalurkan Gas Bumi hasil regasifikasi ke konsumen akhir,


b. mempunyai dan/atau menguasai sarana dan fasilitas untuk melakukan kegiatan penyimpanan dan/atau pengangkutan termasuk fasilitas sarana pengisian LNG sebagai penunjang kegiatan usaha Niaganya serta sarana dan fasilitas penerima LNG di konsumen.

(5) Dalam hal Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya memiliki dan/atau menguasai fasilitas dan sarana untuk melakukan kegiatan pengangkutan LNG, Pemegang Izin Usaha hanya dapat menyalurkan LNG kepada konsumen akhir.

(6) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga BBG, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 mempunyai kewajiban:
a. mempunyai dan menggunakan merek dagang tertentu yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; dan
b. melakukan kegiatan penyaluran BBG untuk sektor transportasi secara langsung dan/atau melalui penyalur BBG yang ditunjuk atau melalui seleksi

(7) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga CNG, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 mempunyai kewajiban: a. memiliki dan menggunakan merek dagang tertentu yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; b. menyalurkan CNG kepada: 1) konsumen akhir; 2) Pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga CNG yang mempunyai atau menguasai fasilitas dan sarana penyimpanan dan/atau pengangkutan CNG yang menyalurkan CNG ke konsumen akhir; dan/atau 3) Pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan Niaga Gas Bumi melalui Pipa atau kegiatan usaha Niaga Gas Bumi yang Memiliki Fasilitas Jaringan Distribusi (Pipa Dedicated Hilir) yang menyalurkan Gas Bumi hasil regasifikasi ke konsumen akhir, c. mempunyai dan/atau menguasai sarana dan fasilitas berupa Stasiun Kompresi CNG dan/atau fasilitas pengangkutan CNG (Tube Skid/Gas Transport Module) dan/atau fasilitas penerima di konsumen.

(8) Dalam hal Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hanya memiliki dan/atau menguasai fasilitas dan sarana untuk melakukan kegiatan pengangkutan CNG, Pemegang Izin Usaha hanya dapat menyalurkan CNG kepada konsumen akhir.

Pasal 42

Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak, BBG dan/atau LPG, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf b dan huruf h dapat menunjuk penyalur Bahan Bakar Minyak, BBG dan LPG yang terdiri dari Koperasi, Usaha Kecil dan/atau Badan Usaha Swasta Nasional.

Pasal 43

(1) Penetapan wilayah distribusi Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu didasarkan pada Wilayah Usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf b yang melaksanakan kegiatan usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu, wajib memperoleh penetapan Wilayah Distribusi Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu dari Badan Pengatur sebelum memulai kegiatan usahanya.

Pasal 44

Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan Usaha Niaga LPG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf h yang melaksanakan kegiatan usaha niaga LPG tertentu wajib memperoleh penetapan Wilayah Distribusi Niaga LPG Tertentu dari Menteri sebelum memulai kegiatan usahanya.

BAB VI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 45

Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh Pemegang Izin dan Pemegang Izin Usaha.

BAB VII, SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 46

(1) Menteri dapat memberikan sanksi administratif kepada Pemegang Izin dan Pemegang Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 43 dan Pasal 44.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; atau
c. pencabutan izin.

Pasal 47

Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali, dengan jangka waktu peringatan masing-masing paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 48

(1) Dalam hal setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Pemegang Izin dan Pemegang Izin Usaha belum melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf b.

(2) Sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan

Pasal 49

Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 huruf b Pemegang Izin dan Pemegang Izin Usaha tetap tidak melaksanakan kewajibannya, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat mencabut Izin.

BAB VIII, KETENTUAN LAIN

Pasal 50

(1) Pelaksanaan perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui media elektronik berbasis web (online system).

(2) Dalam hal pelaksanaan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilaksanakan, pemberian perizinan dilaksanakan secara manual.

Pasal 51

(1) Pengurusan terhadap pengajuan perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan langsung oleh Direksi Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tanpa perantara.

(2) Dalam hal pengurusan terhadap pengajuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan oleh Direksi Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap proses penerbitan perizinan dapat dibatalkan.

BAB IX, KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

(1) Izin yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin dan dibaca sama dengan penyebutan jenis perizinan dalam Peraturan Menteri ini.

(2) Permohonan perizinan yang telah diajukan kepada Menteri sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses penyelesaiannya sesuai dengan Peraturan Menteri ini dan penyebutannya disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.

BAB X, KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0007 Tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
  1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 tahun 2006 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data yang Diperoleh dari Survei Umum Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi sepanjang mengatur mengenai pemberian perizinan; dan
  1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Survei Umum dalam Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi sepanjang mengatur mengenai pemberian perizinan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.