Please enable JavaScript.
Coggle requires JavaScript to display documents.
Strategi Perlawanan terhadap Penjajahan Bangsa Eropa Sampai Awal Abad XX,…
Strategi Perlawanan terhadap Penjajahan Bangsa Eropa Sampai Awal Abad XX
Bergantung pada pemimpin karismatik
Perlawanan bersenjata mengandalkan tokoh-tokoh karismatik. pemimpin yang dimaksud ialah seorang raja, bangsawan, pembesar kerajaan, pemuka agama, dan rakyat biasa yang berpengaruh atau memiliki kesaktian dan kekuatan
Mudah dipecah-belah
Sistem yang berhasil diterapkan oleh bangsa Belanda yaitu
Devide et impera
yang dimana mereka memecah belah setiap daerah.
Perlawanan bersifat fisik atau mengandalkan kekuatan senjata
Perlawanan dilakukan dengan senjata tradisional khas daerah seperti rencong, kelewang, pedang dan keris.
Bersifat lokal
Perlawanan dilakukan oleh tiap-tiap kerajaan yang merasa martabatnya dilecehkan, kedaulatannya dilanggar, dan kepentingan terancam.
Perlawanan terhadap bangsa Portugis
Perlawanan Kesultanan Ternate
Perlawanan Kesultanan Ternate dialkukan oleh Sultan Hairun dan dilanjutkan oleh Baabullah. Portugis berhasil diusir dari Maluku pada tahun 1575. Kemudian bangsa Portugis menyingkir ke Pulau Timor dan berkuasa di Timor timur
Perlawanan Kesultanan Demak
Pendudukan Portugis atas Malaka pada tahun 1511 serta kebijakan monopoli yang diterapkannya membuat aktivitas perdagangan para saudagar muslim di tempat itu terganggu. Ini memicu solidaritas dari Kesultanan Demak. Ada dua kali Demak menyerang bangsa Portugis di Malaka, yaitu tahun 151 dan tahun 1513. Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu merasa terancam oleh ekspansi Demak ke Sunda Kepala. Pajajaran menjalin persekutuan dengan bangsa Portugis pada tahun 1522. Portugis diberi hak monopoli perdagangan lada sebagai imbalannya. Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono menyerang Sunda Kelapa tahun 1526 dan berhasil menguasainya. Pada 1527, terjadi perubahan kekuasaan karena Portugis tiba untuk membangun benteng. Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menghalau Portugis. Karena keberhasilannya Fatahillah mengganti Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya "Kemenangan"
Perlawanan Kesultanan Aceh
Ketika Malaka dikuasai Portugis maka saudagar muslim memindahkan aktivitas perdagangan ke Aceh. Kehadiran mereka membuat Aceh berkembang pesat dan hal ini membuat khawatir terhadap bangsa portugis. Sultan Ali mughayat Syah berhasil mengalahkan Portugis di Aceh. Kemudian dilanjutkan Sultan Alaudin Riayat Syah al-Qahar yang menentang kekuatan Portugis dengan bantuan Turki. Meskipun tidak berhasil, perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis masih berlanjut hingga Malaka jatuh ke tangan VOC
Perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda
a. Perlawanan pada masa VOC
Perlawanan Kesultanan Mataram
Awalnya hubungan Kesultanan Mataram dan VOC baik. Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng (loji) sebagai kantor perwakilan dagang daerah Jepara. Lama-kelamaan Sultan Agung menyadari hal tersebut bahwa VOC ingin menguasai wilayah tersebut. Sultan Agung menyerang Batavia sebanyak dua kali yaitu tahun 1628 dan 1629. Serangan yang dilakukan selalu gagal karena kalah persenjataan dan kurangnya persediaan makanan
Perlawanan Kesultanan Gowa atau Makassar
Pada awalnya hubungan VOC dan Makassar baik. Tteapi, kebijakan monopoli VOC membuat hubungan menjadi retak. Tindakan ini akhirnya menimbulkan perang yang disebut dengan "Perang Makassar". Pada akhirnya Kesultanan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanudin tunduk pada Perjanjian Bongaya pada 1667 yang berisi:
Gowa mengakui monopoli perdagangan VOC
Pedagang-pedagang Barat, kecuali VOC, harus meninggalkan wilayah kekuasaan Gowa
Gowa diwajibkan untuk membayar kerugian perang (sebesar 250.000 ringgit)
VOC membangun benteng-benteng di Makassar
Gowa harus mengakui kedaulatan Kesultanan Bone
b. Perlawanan pada masa pemerintahan kolonial Belanda
Perlawanan Pattimura di Maluku (1817)
Perlawanan rakyat Maluku menandai perlawanan pertama rakyat Indonesia setelah Belanda berkuasa lagi di Nusantara (masa kedua Belanda). Hal ini disebabkan keresahan-keresahan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial akibat kebijakan VOC di Maluku. Dibawah pimpinan Thomas Matulessy alias Pattimura. Pertama mereka menghancurkan perahu-perahu milik Belanda, selanjutnya mengepung dan menduduki Benteng Duurstede di Pulau Sapana. Pada 1817 pasukan Pattimura semakin terdesak dan Ia pun akhirnya ditangkap dan sebulan kemudian dijatuhi hukuman mati di Benteng Nieuw Victoria di Ambon.
Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830)
Kedatangan Belanda membuat perubahan terjadi di daerah tersebut dalam hal sosial-politik, diantaranya:
a. Semakin kuatnya campur tangan Belanda terhadap urusan internal kerajaan
b. Raja-raja Jawa diberlakukan seperti
vassal
(bawahan) dari Batavia, yang menjadi pusat kekuasaan Belanda di Jawa.
c. Secara internal, lingkungan istana sendiri diwarnai praktik korupsi dan persekongkolan yang merusak ketahanan serta kestabilan kerajaan.
Hal ini membuat Diponegoro marah dan menunggu waktu untuk melakukan serangan. serangan dilakukan pada 1825. Pada Mei, Belanda membangun jalan baru dekat dengan Tegalrejo, tempat tinggal Diponegoro. Belanda memasang patok kayu sebagai batas pembangunan jalan, dan melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Hal ini membuat Diponegoro marah dan akhirnya timbul peperangan. Belanda melakukan strategi
bentengstelsel
dan sistem ini mampu mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Akhirnya, Belanda menerapkan siasat dan tipu muslihat, yaitu berpura-pura mengajak Diponegoro berunding. Melalui hal itu Diponegoro ditangkap di Magelang, Jawa Tengah, lalu diasingkan ke Manado tahun 1830 dan wafat disana pada 8 Januari 1855.
Perlawanan Kesultanan palembang (1804-1821)
Belanda sudah lama menduduki Palembang. Pendudukan Palembang sangat penting bagi Belanda yaitu:
a. Posisi strategis yang menghubungkan antara wilayah kekuasaan Belanda di Jawa dan Sumatra. Rakyat Palembang menunjukkan sikap antipati yang tinggi sejak Belanda datang. Muhammad Badaruddin tahun 1804-1821 terjadi perlawanan yang begitu besar. Ketika Belanda takluk kepada Inggris, sebagian pasukan Belanda masih ada di Palembang. Diam-diam ia menyerang garnisum Belanda. Mengetahu hal itu Inggris menyerang palembang tahun 1812 menjarah istana dan melantik adik badaruddin jadi Sultan tetapi Badaruddin berhasil lolos. Namun, pada 1813 ia menyerah. Sikapnya yang tunduk kepada Inggris membuat residen Inggris di Palembang mendudukkannya kembali ke takhta kesultanan pada tahun yang sama. Pada 1818 Belanda mengirim ekspedisi pertama ke Palembang, Belanda mengasingkan Najamuddin ke Batavia. Ekspedisi ke-2 pada tahun 1819. Ekspedisi ini dikalahkan Badaruddin. Belanda membalas pada tahun 1821. Pada 1823 Belanda menempatkan Palembang di bawah kekuasaan langsung mereka. Ahmad Najamudin tidak puas dan menyerang garnisum Belanda di Palembang pada 1824 tapi berhasil dipukul oleh Belanda. Pada 1825 ia menyerah dan diasingkan ke Banda kemudian Manado
perang Padri
Perang Padri adalah perang yang berlangsung di Sumatra Barat dan sekitarnya, terutama dikawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang ini terjadi karena adanya pertentangan dalam masalah agama. Perang ini dimulai ketika terjadi pertentangan sekolompok ulama dengan kaum adat di Tanah Minang. Hal ini bertentangan karena kebiasaan orang adat yang tidak sesuai denagn syariat Islam. Perang ini merupakan perang saudara antara MInang dan Mandailing. Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Dalam peperangan kaum adat terdesak sehingga, meminta bantuan kepada Belanda. Ternyata yang ada makin memburuk keadaaan. Pada tahun 1831 terjadilah perang Kaum Padri-Adat melawan Belanda tetapi perang ini dimenangkan oleh Belanda
Perang Aceh (1873-1904)
Perang Aceh terjadi pada tanggal 26 Maret 1873 dimana Belanda menyatakan perang kepada Aceh. PErang Aceh pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah. Perang kedua (1874-1880) dibawah pimpinan Jend. Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan 26 Januari 1874. Perang ketiga (1881-1896) perang ini dilanjutkan secara gerilya. Dalam perang gerilya pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada 1899 terjadi serangan mendadak dan Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar menjadi komanda perang gerilya. Pada 1898 J.B. van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh. Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz dan pada akhirnya Cut Nyak Dhien ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.
Perlawanan Sisingamangaraja XII (1870-1907)
Karena akibat Perang Padri, pengaruh Belanda juga menembus wilayah Tapanuli yang terletak disebelah utara MInangkabau. Kehadiran BElanda memicu apa yang disebut Perang Tapanuli (1870-1907). Penyebab utama dari perang ini ialah Raja Sisingamangaraja XII tidak senang daerah kekuasaannya diperkecil oleh Belanda. Pada tahun 1904, paskan Belanda di bawah pimpinan G.C. Ernst van Daalen diperintahkan menuju Tapanuli. Ia berhasil memukul mundur perlawananan Sisingamangaraja XII. Pada tahun 1907 pasukan gerak cepat Belanda berhasil menangkap Boru Sagala, istri Raja Sisingamanagaraja XII serta dua orang anaknya. dalam pertempuran pada 17 Juni 1907, Raja Sisingamangaraja XII gugur bersama putri dan dua orang putranya. Gugurnya Sisingamangaraja menandai berakhirnya Perang Tapanuli
Perlawanan Kerajaan-Kerajaan di Bali (1846-1849)
Perang ini terjadi 3 tahap, yaitu tahun 1846, 1848, dan 1849. Perang ini dipicu karena kegigihan raja-raja Bali mempertahankan hak tawan karang. Hak tawan karang adalah hak yang dimiliki kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu dan muatannya yang terdampar di pantai wilayah kekuasannya. Pada tahun 1839 Belanda meminta kepada semua raja Bali untuk menghapus hak itu. Pada tahun 1844, raja Buleleng Gusti Ngurah Made Karangasem merampas kapal Belanda yang secara kebetulan terdampar. Pada 1846, Belanda menyerang Buleleng dan dimenangkan oelh Bali. Pada 1848, Belanda mengirim tentara dan menuntut raja-raja Bali membebaskan para serdadunya. Pada 1849, Belanda kembali mengirimkan pasukan, kali ini dengan jumlah yang besar. Belanda kemudian menyerang Jagaraja. Karena klah persenjataan, banyak pasukan Bali gugur dalam pertempuran itu. Akhirnya Belanda menguasai Jagaraja dan Raja Buleleng juga Gusti Ketut Jelantik mundur ke Karangasem. Namun akhirnya mereka ditangkap dan terbunuh disana.
Perlawanan Kesultanan Banjar (1859-1905)
Pada tahun 1859, terjadilah Perang Banjar (1859-1905) yaitu perang antara Kesultanan Banjar dan pemerintah kolonial Belanda. Latar Belakang perang ini terjadi:
a. Belanda terlalu mencampuri urusan internal kesultanan.
b. Belanda memonopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta emas, dan intan yang merugikan rakyat dan pedagang.
c. Rakyat hidup menderita karena beban pajak serta kewajiban kerja rodi
d. Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan bagian selatan
e. Belanda semakin memperluas wilayahnya di Kalimantan bagian selatan untuk perkebunan dan pertambangan sehingga wilayah kerajaan menjadi sempit.
Pada 25 April 1859, Antasari dan rakyat Banjar menyerang perusahaan tambang milik Belanda. Dalam rangka meredakan ketegangan, Belanda memaksa Tamjidillah turun takhta pada 1859 dan mengasingkannya ke Bogor. Tahun 1860 Belanda menyatakn Kesultanan Banjarmasin dihapuskan. Pertempuran besar terus berlanjut samapi 1865. Perlawanan diteruskan antara lain Gusti Matsaid, Pangeran Mas Nataulyaya, Tumanggung Surapati dan Tumanggung Naro. Pada 1905 gugrnya Gusti Matseman yang menandai berakhirnya perang ini
Ciri-ciri perlawanan Nasional